Sumber: unsplash.com

Mal, aku pengen donor darah tapi takut lihat darahku diambil

Aku pengen banget donor, tapi tensiku selalu rendah. Jadi gabisa deh

Berat badanku masih di bawah 45kg, belum bisa kan ya donor darah?

Sering sekali saya mendengar kalimat itu dari kawan-kawan setelah mendengar cerita saya habis donor darah. Banyak yang ingin, namun masih terhalang dengan kekhawatiran yang ada di pikiran mereka. Pun sama dengan saya dulu, sebelum pada akhirnya saya memberanikan diri untuk mencoba saat  merasa siap.

Saat SMP, saya mengikuti ekstrakurikuler Palang Merah Remaja (PMR). Kami diajarkan bagaimana memberikan pertolongan pertama pada berbagai macam korban, bagaimana merawat kesehatan dan lingkungan dalam keluarga, mitigasi bencana alam, dan masih banyak lagi. Satu materi yang saya ingat dan saya senang adalah materi DORAS (donor darah sukarela).

Kami pernah diajak ke kantor PMI (Palang Merah Indonesia) di kota kami untuk melihat bagaimana melakukan donor darah. Senang rasanya melihat ada orang yang mau dengan senang hati menolong orang lain yang mungkin juga bahkan tidak ia kenal. Saat itu, usia kami belum diperbolehkan untuk donor darah. Kami hanya diperbolehkan untuk cek golongan darah kami. Saat kecil, saya termasuk anak yang rentan sakit dan beberapa kali hingga rawat inap. Cek lab untuk diambil darahnya bukan jadi hal yang menakutkan lagi buat saya. Infus dan suntik seakan-akan sudah menjadi kawan baik, bukan lagi monster jahat, haha. Akhirnya, saya pun kebagian juga diambil darahnya saat itu. Saya jadi tahu bagaimana petugas mengambil darah kemudian mencampur entah itu larutan apa, kemudian dimasukkan ke pipet lalu diteteskan ke kertas dan menghasilkan warna yang berbeda, tak seperti darah segar.

Sejak saat itu, saya berikrar kepada diri saya bahwa kelak jika sudah mencapai seluruh persyaratannya, saya pasti akan mencoba untuk donor darah. Dan ternyata, hal itu terwujud setelah 10 tahun ikrar itu terpatri di hati saya. Di usia saya yang menginjak 24 tahun, akhirnya saya bisa melakukan donor darah pertama untuk pertama kalinya. Bukan tanpa alasan saya memberanikan diri. Ini juga karena dorongan dari seseorang yang telah menginspirasi saya. Perannya sangat besar hingga pada akhirnya karenanya saya berani melangkahkan kaki sendiri ke Unit Donor Darah (UDD) di Kota Malang.

Sebelumnya, saya juga mendapatkan sebuah kutipan dari seseorang lainnya yang intinya bahwa, “Jika kamu merasa hidupmu tidak berguna, coba lah untuk melakukan donor darah”. Saat itu, kondisi saya nampaknya seperti itu. Merasa krisis identitas, dan bingung menentukan arah langkah tujuan hidup di dunia. Itulah yang mendorong saya untuk membulatkan tekad, “Oh, ini saatnya aku mencoba untuk donor darah”.

Berbagai upaya saya lakukan supaya saat akan mendonorkan darah kondisi fisik saya tetap sehat dan prima. Jam tidur saya ubah lebih awal, beberapa kali saya konsumsi sate kambing (iya, tensi saya seringnya rendah), dan minum air putih lebih banyak dari biasanya. Habbit ini saya bangun dari tujuh hari sebelum saya memutuskan untuk ke UDD. Percobaan pertama, tensi saya ternyata masih rendah dan petugas menyarankan saya balik 3 hari lagi. Selama 3 hari ini, saya disarankan untuk mengkonsumsi tablet penambah darah dan jus yang dapat meningkatkan tensi saya yang rendah ini. Percobaan kedua akhirnya saya dinyatakan bisa melakukan donor darah. Ini kali pertama, rasanya senang dan ada deg-degannya juga, sih hehe.

Saya ditanya mau tangan lengan kanan atau kiri. Memutuskan itu saja bingung, haha. Akhirnya saya memutuskan tangan kiri, dengan pertimbangan tangan kanan saya masih bisa saya pakai untuk scroll sosial media saat lengan tangan kiri saya diambil darahnya. Tapi ternyata, tangan kiri saya tidak pasif begitu saja. Jari-jemari saya disuruh meremas bola supaya darahnya terus mengalir katanya. Proses pengambilan darah kiranya 12-15 menit saja. Saya kira akan lama.

Per tulisan ini dibuat, saya sudah melakukan donor darah sebanyak 3 kali. Kebaikan ini mungkin akan kuteruskan sampai kapanpun, sepanjang badan saya masih bisa memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Ada rasa senang dan lega tersendiri bagi saya setelah saya melihat sekantong darah yang berasal dari tubuhnya. Entah, senangnya bukan main. Seperti merasa, “Oh, sebagian tubuhku masih bisa berguna ya. Aku tetap mau hidup dan bermanfaat untuk orang lain”.

Bagi saya, donor darah bukan hanya sekadar menghibahkan darah kita untuk orang lain. Namun, ada secercah pesan yang Allah titipkan kepada para pendonor darah bahwasannya kita adalah perpanjangan tangan dari Allah untuk kehidupan orang lain yang sedang membutuhkan darah, seorang yang masih ingin hidup dan memberikan manfaat kepada orang lainnya. Donor darah itu panggilan jiwa. Jika memang merasa belum siap, jangan dipaksakan. Tapi, saat dirimu sudah siap, kamu akan menemukan ketentraman yang belum tentu pernah kamu rasakan seumur hidup.

Terakhir, saya pernah membaca kutipan dari seseorang, yang mungkin akan saya pegang seumur hidup saya, “berikanlah hidup yang menghidupi hidup

 

**sepertinya akan menambahkan list kriteria pasangan: yang bisa dan bersedia untuk diajak rutin donor darah bersama haha

Powered by Blogger.