Nggak terasa udah sekitar tiga bulan di rumah aja. Temen-temen mungkin udah mulai bosan ya. Sama guys, aku juga. Produktif nggak? Aku sih... nggak tau, produktif nugas mungkin iya haha.

Kalian ngerasa nggak sih kalo teman sejati kita sekarang itu adalah laptop dan HP. Tanpa mereka sehari, aktivitas berasa hampa banget dan kek ada yang kurang. Mau presensi, kuliah daring, rapat organisasi, webinar, nugas, bikin konten tiktok semua pasti melibatkan laptop dan HP. Sibuk banget ya kita tiap hari?

Gara-gara itu tuh, aku jadi melupakan sesuatu. TIGA BULAN lamanya ternyata aku dah tidak ngonten disini. Ya ampun lama bat ya wkwk. Bulan Ramadhan kemarin juga nggak nulis sama sekali. Aku benar-benar dipalingkan oleh tugas-tugas😂 Nggak, nggak.. Nggak gitu juga sih.  

Di kesempatan kali ini kita akan ngereview buku! Konten baru nih, karena rupanya menarik sih. Selama pandemi, ada beberapa buku yang udah kubaca dan sepertinya perlu juga untuk dibagikan pesan moralnya ke temen-temen. Dan buat aku sendiri, ini tantangan baru karena nggak pernah review buku sebelumnya. Eh pernah sih, dulu waktu SMP buat nilai praktek😊

Oke, buku pertama yang akan kita review judulnya “Gagal Jangan Bikin Ambyar”, penulisnya adalah 30 penulis artikel terpilih dari lomba menulis artikel yang diadakan oleh @temannulis.id Nah mau cerita sedikit ya, jadi qadarullah alhamdulillah Amalia Zulfa masuk dalam 30 nama penulis terpilih itu dengan judul “Lima Ketakutan yang Dikhawatirkan Oleh Anak Muda Berusia 21 Tahun”. Buku ini merupakan buku antologi yang diterbitkan oleh PT. Panca Mandiri Langit-Teman Nulis.

Ada hal menarik nih kenapa kok diri ini mendapat ilham untuk nulis dengan judul di atas hehe. Artikel tersebut ditulis saat liburan awal tahun kemarin. Waktu libur kuliah tentu dong kita menyempatkan silaturrahmi sama temen-temen kita. Dan dari silaturrahmi itulah aku mendapat banyak sudut pandang dari temen-temen. Obrolan menginjak usia 20 tahun ternyata mulai pelik dan cukup visioner ya. Aku jadi paham kenapa kok mas-mbak yang lebih senior kalo lagi nongki lama bat. Ternyata obrolannya ‘menarik dan dalam’, katanya usia dan masa-masa seperti ini adalah masa quarter life crisis. Lingkar pertmenanan mulai mengecil, mulai merasakan jatuh bangunnya hidup. Iya, kehidupan sesungguhnya.

Nah, di kondisi yang sedang mode on untuk menulis kali ini, aku mau berterima kasih kepada temen-temen yang saat liburan kemarin sudah mau berbagi cerita dan sudut pandang menarik. Tanpa kalian, artikel itu juga nggak akan ketulis :’) Setelah keadaan membaik, semoga masih diberi kesempatan bersua lagi dengan klen dan tentunya mendengar cerita-cerita klen yang lebih menarik ya guys!

Setelah haru-haru, mari kita mulai reviewnya! Buku ini sampulnya berwarna hitam dengan ada tulisan judul : “GAGAL JANGAN BIKIN AMBYAR!” berwarna kuning dan ada ilustrasi gambar setengah badan seseorang yang kepalanya itu berbentuk benang ruwet wkwk, ini kreatif dan filosofis banget sih menurutku. Sesuai dan cocok dengan judulnya. Selain itu, di sampul bagian depan juga ada logo penerbit (Teman Nulis)dan nama-nama penulisnya. Di sampul belakangnya terdapat sinopsis dari buku ini, dan oh ya sudah ada label ISBNnya juga.

Oke selanjutnya. Buku ini terdiri dari 156 halaman. Runtutan bagian dalemnya ada halaman sampul depan, daftar isi, kata pengantar, artikel-artikel terpilih, dan biodata para penulis. Next isinya. Terus terang waktu baca pertama kali, aku nggak baca dari halaman awal. Aku mulai baca dari halaman akhirnya, dari biodata para penulisnya dulu. Karena penasaran banget sih sama latar belakang dari temen-temen penulis lainnya. Dan setelah baca, waw agak sedikit insekyur :’) dari berbagai kalangan usia dan latar belakang yang beragam. Ada yang ibu rumah tangga, mahasiswa luar negeri, pelajar, content writer, jurnalis, freelancer, dan latar belakang lainnya.

Artikel-artikel yang ditulis kebanyakan berasal dari pengalaman pribadi mereka saat mengalami kegagalan, bagaimana cara mereka bangkit dari kegagalan, tips dan trick menerima kegagalan. Ya, intinya seputar itu. Namun, dalam buku ini highlight yang udah aku sebutin itu dapat dikemas dengan apik dan sistematis. Kompleks banget isinya dan kek saling berkesinambungan gitu.

Cerita-cerita yang udah kubaca di buku ini membuat diriku pribadi sadar, “Oh ternyata kita nggak pernah berjuang sendirian. Banyak temen-temen di luar sana yang juga sedang berjuang dengan keras meraih citanya. Dan mereka nggak kenal kata kalah. Gagal ya coba lagi”. Ini sedikit pesan moral yang bisa diambil.

Serius, aku sangat takzim dengan cerita-cerita di dalam buku ini. Banyak belajar pengalaman yang mereka bagi dan punya nilai semangat juang gitu. Aku jadi lebih banyak tau bagaimana cara menghadapi kegagalan dengan cara yang elegan dan bijaksana. Selalu melibatkan Allah dimanapun dan kapanpun dengan kondisi bagaimana pun. Nggak bohong, cerita mereka keren-keren. Satu artikel aja yang kalian baca, dapat kupastikan kalian pasti bisa ambil pesan moralnya. Aku nggak nemu artikel yang mengecewakan dalam buku ini. Semuanya bikin aku geleng-geleng kepala. Heran, kenapa bisa mereka keren dalam mengemas tulisan dan tentu isinya sarat akan pengalaman yang hebat?

Saat aku baca, aku ngerasa seperti mendengarkan suara dari penulisnya langsung. Dekat, hangat, dan kek jadi temen diskusi. Gaya bahasa dari tiap penulisnya memang beda-beda. Tapi nggak tau gimana, ada aura dan vibes yang sama yang membuat gaya tulisan mereka ini seakan-akan bener-bener nyata bukan hanya bentuk tulisan, namun sedang berbicara. Ngobrol santai aja gitu di kuping. Padahal ya aslinya mah dari akunya sendiri ya.

Mungkin temen-temen yang ‘kuat baca’ bisa menghabiskan buku ini dalam sehari, atau bahkan beberapa jam saja. Karena ya emang semenarik itu dan memotivasi banget ini artikel-artikelnya sampe pengen baca terus nggak pake jeda.

Oh iya, harga bukunya sendiri 55.000 guys dengan cara pro-order dari pihak penerbitnya. Terjangkau untuk buku dengan isi yang banyak banget pelajaran dan faedahnya.  Terakhir, salam hormat untuk temen-temen penulis dalam antologi buku ini. Terima kasih sudah sedikit banyak memberi pelajaran dan sudah mau berbagi pengalaman. Bukan hanya itu saja, tanpa mereka aku nggak akan ngerti gimana proses penerbitan buku dan MoU yang dibuat antara penulis dan penerbit. Dari cerita-cerita mereka, aku jadi berpikir “Ternyata menarik juga saat pengalaman kita diabadikan dalam bentuk tulisan. Mungkin sekarang akan terasa biasa saja. Tapi, 10 tahun mendatang kita membaca tulisan itu, mungkin kita akan tersenyum dan berkata ‘oh, ternyata aku pernah mengalami atau pernah di fase itu’, menarik nggak sih?”

Dah ah mau tidur, ditulis dan diunggah dini hari banget.

Powered by Blogger.