Hallo semua! Berbeda dari artikel-artikel sebelumnya, kali ini aku mau mereview sebuah jajanan nih, namanya skrispi. Tolong yang udah semester tua bacanya jangan salah ya, skrispi bukan skripsi :’) coba pelan-pelan aja bacanya😁
Si skrispi ini adalah jajan olahan dengan bahan dasar pisang. Pisang crispy, iya pisang yang renyah hehe paansih. Beda dengan pisang goreng dan nugget pisang ya. Dan di bawah ini aku mau ngasih tau kenapa sih kalian harus nyobain si skrispi ini? Gausah lama-lama, langsung simak aja guys😉

Kenapa Sih Harus Nyobain Skrispi?
1.   Terbuat dari bahan dasar pilihan
Permah nggak sih lagi pengen beli jajan, udah berekspektasi tinggi tuh terus pas rasanya gak sesuai realita? Itu aku jamin, insyaAllah tidak akan kalian temui di skrispi ini. Pisang yang menjadi bahan dasar di sini rasanya tu manis, nggak keras, dan ndak sepet. Pokoknya bener-bener dipilih.
Dulu aku sempet beli olahan pisang gitu dan pisangnya itu sepet. Dari situ aku gamau beli jajan itu lagi. Tapi, skrispi ini beda guys. Sudah beberapa kali beli alhamdulillah pisangnya tidak pernah zonk.
2.  Harganya terjangkau
Nih aku kasih tau daftar harganya ke temen-temen semua ya. Udah lengkap beserta ragam menu topingnya juga.

Bisa dilihat sendiri kan harganya masih sangat sangat terjangkau. Masih harga mahasiswa. Lagi pengen beli tapi cuma pake menu utamanya aja, boleh. Pengen toping tambahan silakan. Jadi misal nih temen-temen mau order yang milo-oreo nih, berarti 10k+2k=12k. Gimana, terjangkau kan?
3.  Jajan praktis dan fleksibel
Tempatnya yang sederhana dan bisa dibawa kemana-mana jadiin skrispi ini jajanan yang praktis dan fleksibel. Packagingnya sendiri yang aku tau sih dari bahan kertas ya, ramah lingkungan. Salut untuk ownernya yang masih mempertimbangkan hal ini.
Terus lagi, skrispi ini mau dibawa kemana aja bisa. Gak terlalu makan tempat juga. Cocok nemenin kalian waktu lagi sumpek ngerjain tugas, ngumpul bareng keluarga dan temen-temen, diberikan ke orang yang spesial, dan lain-lain. Intinya si skrispi ini bisa jadi moodboster kalian dan orang sekitar deh.
4.  Free ongkir
Nah untuk nomor 4 nih, ada sedikit ketentuan tambahan huehehe. Free ongkir untuk wilayah Kampus Unej, STDI, dan Jember Kota, di luar dari wilayah yang disebutkan sebelumnya tetap akan dikenai biaya ya, tergantung dari sejauh mana tempat kalian berada. Dan aku sendiri alhamdulillah masih disebut dekat dengan salah satu wilayah yang tertera, jadi ya alhamdulillah tiap beli masih selalu free ongkir hehe.
FYI nih, berhubung salah satu ownernya ini asal Bondowoso, si skrispi ini juga bisa diorder di Bondowoso. Tapi aku kurang tau sih wilayah-wilayah yang free ongkirnya tuh sampe mana. Mungkin bisa langsung ditanyakan ke cp yang tertera yaa.
Satu lagi, kabar terbarunya, skrispi ini juga bisa diorder untuk temen-temen yang ada di wilayah Jogja karena salah satu ownernya juga ada yang kuliah di Jogja. Untuk wilayah free ongkirnya langsung tanya ke cp yang tertera yaa.
5.  Tidak ingkar waktu
Yang paling kuapresiasi adalah ini. Mau cerita sedikit ya. Jadi tiap kali order itu, readynya selalu sore. Dan yang antar ini selalu para ownernya. “InsyaAllah sore habis ashar, Mal.” Aku cukup paham rumah saya ini sebetulnya jauh dari jangkauan kota ya wkwkwk, jadi tentu diantarnya paling akhir.
Kalopun diantarnya sedikit telat dan membuat kita terlalu lama menunggu, ownernya selalu minta maaf dan terbuka mengatakan alasannya. Oh iya, para ownernya ini terbuka sekali dengan kritik dan saran loh. Jadi, mungkin kalian yang beli ngerasa kok ada yang kurang dari cita rasa si skrispi ini, kalian boleh mengkritik dan beri saran.



(sumber: foto pribadi)

Skrispi, Krispinya Tanpa Revisi
Serius, temen-temen harus nyobain sensasi rasanya sendiri. Kalo dari aku sendiri, ini cita rasanya aku banget sih. Udah cocok di indra perasaku wkwkwk. Selain rasanya, masaknya pun udah pas dan mateng, renyah pula crunchynya. Oh iya, si skrispi ini kan digoreng, perlu kalian ketahui juga minyaknya itu gabanyak. Jadi pas dibuka dari tempatnya itu ya kering nggak ada bekas minyaknya. Udah paling bener deh, tanpa revisi kelezatannya.

Aku udah pernah nyoba tiga varian, yaitu green tea-keju, milo-keju, banana-keju. Iya keju semua, karena terus terang aku sendiri kurang begitu suka yang berbau-bau cokelat. Tapi kalo susu cokelat sih suka apalagi gratis  

Juara satunya sejauh ini kuberikan kepada varian banana-keju. Dari dulu aku seneng banget sama aroma-aroma pisang gitu. Manis dan wangi baunya. Waktu pilih varian itu, sempat berpikir, “Manis dan wangi nggak nih ntar aromanya?” akhirnya kucoba pesen. Waktu pesenannya udah sampe, belum dibuka bungkusnya tapi aroma pisangnya udah kecium. Sesuai ekspektasi, manis dan wangi. Ntapp skrispi.

Oh iya, next time aku mau nyobain yang varian cokelat-cokelat gitu deh, ntar penasaran jadinya kalo belum pernah nyobain😄
                                  
Jadi, tunggu apalagi. Segera cobain sendiri sensasi rasanya. Sudah tidak perlu diragukan lagi kan? Yuk langsung follow dan berkunjung ke instagramnya, untuk wilayah Jember-Bondowoso @skrispi.jr dan untuk wilayah Jogja @skrispi.yk 

Kalian mau beli? Silakan langsung chat di salah satu nomer yang tertera di bawah ini ya.
Kak Dimas (082338532017) Jember
Kak Bram (082374214020) Bondowoso
Buat yang di Jogja, pantengin terus instagramnya. Tunggu adminnya buka PO yaa

Pilih menunya, pesan, lalu tunggu deh.

Pernah suatu ketika saya melihat video Pak Anies di youtube. Beliau berpesan bahwa mendidik adalah tanggung jawab dari setiap orang terdidik. Pesan itu dari dulu hingga kini masih terpatri di memori saya.

Sejak kecil saya bercita-cita menjadi seorang guru. Dalam pikiran saya, profesi ini adalah profesi paling mulia. Sedikit-banyak pola pemikiran dan karakter kita hingga sejauh ini pasti ada campur tangan dari guru-guru kita. Saya sendiri merasakannya. Mulai dari guru taman kanak-kanak hingga guru sekolah menengah. Ilmu dan nasehat mereka sebagian masih saya ingat.

Takdir berkata lain, sepertinya jalan menuju cita-cita saya tak direstui oleh orang tua saya. Pada akhirnya ridho orang tua saya jatuh pada fakultas hukum huehehe. Ndak papa, ingat sekali lagi pesan Pak Anies, mendidik menjadi tanggung jawab semua orang terdidik, terlepas bukan dari latar belakang bidang pendidikan dan mengajar. Kalau tidak bisa mengajar anak-anak orang, setidaknya kelak pasti mengajar anak-anak sendiri, gitu sih katanya wkwkwk bercanda maap.

Ngomong-ngomong tentang literasi, literasi itu bukan hanya sekadar membaca saja loh. Saya pernah membaca pada situs laman berita online, di situ dikatakan bahwa literasi maknanya sangat luas, tidak terbatas pada budaya membaca saja, melainkan juga menulis dan berbicara. Namun, memang diantara ketiganya (membaca, menulis, berbicara), membaca lah yang menjadi pondasinya. Jika ingin bisa menulis, mulailah dengan perbanyak membaca. Jika ingin pandai berbicara, mulailah dengan perbanyak membaca. Masuk akal bukan? Muaranya ada pada membaca.

Cerita saya kali ini nampaknya tidak hanya dari satu pokok bahasan. Ada dua pokok bahasan namun berkesinambungan. Jadi secara garis besar pokok bahasannya sebenarnya sudah tertera di judul ya, tapi gapapa saya perjelas lagi poinnya. Yang akan dibahas yakni charity dan budaya literasi.

Selanjutnya, mau ngeklaim dulu nih.. Cerita saya di bawah ini murni niatnya untuk berbagi cerita ya. Tidak ada unsur pamer, riya’, dan sebagainya. Semoga teman-teman bisa dengan bijaksana membacanya. Ambil positifnya, buang negatifnya. Selamat membaca! ^-^

Bulan April 2019 saya sempat mendapatkan musibah yakni HP saya hilang. Temen-temen deket saya pasti tahu kalo HP itu sebenarnya baru beli akhir bulan Desember 2018. Sudah hilang, mau bagaimana lagi. Dari situ saya intropeksi diri, apa ya yang salah dari saya. Seorang teman pernah berkata, “Mungkin sedekahmu kurang, mangkanya Allah menarik nikmat itu dari kamua, Mal”. Dari situ saya mulai merenung, astaghfirullah mungkin ada benarnya juga.

Tiba-tiba saya teringat pernah melihat poster seruan untuk donasi buku ke daerah Bima, Nusa Tenggara Barat dari salah satu following instagram (Mas Rustam saya memanggilnya). Sudah lama lihatnya, mungkin bulan November 2018. Tapi ya gitu, hanya terlintas sebentar di kepala saya tidak ada tindak lanjutnya. Mulanya seperti itu. Nah setelah saya “disentil” dengan teman saya, saya teringat kembali poster itu.

Membahas sedikit tentang donasi buku tadi, gerakan donasi buku ini diprakarsai oleh Gerakan Uma Lengge Mengajar (instagram: @uma.lengge_mengajar), dan inisiator dari gerakan ini ya Mas Rustam itu tadi yang saya bilang. Dari pandangan saya sendiri, gerakan ini ditujukan untuk meningkatkan budaya literasi anak-anak di sana. Teman-teman bisa cek di instagramnya langsung untuk mengetahui lebih dalam ya.

Saat liburan tengah semester tahun lalu, saya membulatkan tekad. “Mungkin ini bisa jadi satu langkah bagi saya untuk melihat adik-adik di sana tersenyum dengan membaca buku baru”, batin saya. Saya sisihkan uang saya sebagian untuk membeli buku-buku yang akan didonasikan. Saya ajak sepupu saya untuk membeli buku-buku yang kami rasa memang basic untuk anak-anak sekitar 4-10 tahun, mulai dari buku cerita, ensiklopedia anak-anak, atlas, kamus bahasa, buku iqra’, kisah nabi-rasul, dan sebagaiya.

Mulai dari persiapan membeli buku-bukunya, mengemas buku-bukunya supaya bisa dipaketkan, serta mengirimnya, saya dibantu oleh sepupu saya. Yang merasa jadi sepupu saya yang bernama Andini, terima kasih ya. Anda kadang ngeselin tapi jika saya butuh Anda selalu ada, sayang pol (idih)

Pengiriman paketnya saya pilih melalui Kantor Pos Indonesia. Yang ada di bayangkan saya, jarak Bima-Jember begitu jauh. Nampaknya akan lama proses pengiriman melalui jalur reguler. Estimasi dari si mbak yang melayani tuh sekitar tiga mingguan, batin saya ”Lama juga, tapi alhamdulillah tidak harus menunggu berbulan-bulan”. Tapi, nyatanya tidak se lama yang dibayangkan.

Empat hari setelah proses pengiriman dari Jember, saya konfirmasi ke Mas Rustam bahwa saya telah mengirimkan sedikit buku untuk adik-adik binaannya di Uma Lengge Mengajar. Paginya saya DM beliau, alhamdulillah sorenya sudah tiba di sana paketnya.



(sumber: instagram.com/uma.lengge_mengajar)

Besoknya saya dimentioned oleh akunnya Uma Lengge, berisi video dimana di dalamnya ada adik-adik dengan senyumnya yang begitu lebar di sebuah padang yang luas dan berkata, “Terima kasih Kak Lia..”. Saat itu, hati saya benar-benar sedang berbunga-bunga, tidak bisa berhenti tersenyum melihatnya. Sempat saya putar berkali-kali karena seneng bangettt. Saya kembali bersyukur karena kekuatan media sosial memang begitu terasa. Mendekatkan yang jauh. Kaki saya belum pernah melangkah ke Bima, NTB. Namun, dengan adanya media sosial saya masih diberi kesempatan untuk melihat semangat adik-adik di sana yang sangat membara.

Dari mentioned tersebut sempat juga saya berbalas pesan dengan adminnya. Dan intinya saya begitu salut dengan kakak-kakak volunteernya, bisa menyempatkan bermain bersama adik-adik di sana di sela-sela aktivitas kesibukan masing-masing. Semoga ke depannya Uma Lengge kegiatannya akan semakin bervariasi, dapat meningkatkan minat budaya literasi di Bima, serta bisa menginspirasi gerakan-gerakan di titik lainnya, aamiiin...

Apakah ceritanya sudah usai? Apakah ini sudah masuk ke kesimpulan? Ceritanya sudah usai namun belum menginjak kesimpulan hehe. Jadi, yang mau saya garis bawahi di sini adalah gerakan-gerakan seperti ini sebenarnya sudah ada dan mulai bermunculan serta jumlahnya juga tak lagi sedikit. Kita bisa melihat bahwa semangat juang dari pemuda-pemudi di Indonesia ini sangat tinggi untuk menghidupkan budaya literasi di negeri ini.

Tentunya kita semua tahu bahwa tingkat baca masyarakat Indonesia masih sangat minim. Ditambah lagi dengan masih banyaknya jumlah angka buta huruf. Jika sudah tahu demikian, lantas bagaimana? Menurut saya, mari mulai dengan diri kita sendiri. Tahap ini pun saya masih belajar. Membaca itu akan membuat wawasan kita semakin luas. Jika kitanya malas membaca, berarti kita juga menjadi penyebab rendahnya budaya literasi di negeri ini. Jangan sampai itu terjadi pada kita ya teman-teman.

Saya jadi berpikir, jika saya tidak peduli dengan kondisi yang seperti ini, saya egois sekali ya? Saya akan merasa sangat apatis dengan negeri ini. Saya mungkin belum bisa menjadi volunteer dari sebuah gerakan literasi. Maka dari itu, mungkin cara saya adalah dengan berbagi apa yang saya punya untuk adik-adik yang cita-cita dan harapannya setinggi langit.

Sedikit kembali ke cerita pembuka saya tadi. Amalia kecil adalah seorang anak yang cita-citanya ingin menjadi seorang guru. Dalam imajinasinya dulu, setiap hari ia akan bertemu dengan murid-muridnya dan bermain bersama-sama. Nyatanya cita-cita itu belum bisa terwujud. Bukannya gagal, tapi menyesal karena belum pernah mencoba. Dan dengan cara yang tadi tuh, sedikit mengobati rasa penyesalan itu. Terlibat langsung dan dapat melihat senyum adik-adik di Bima sana (ya walaupun dari jauh), hehe. Sekali lagi saya mau bilang, senang sekalii.

Alhamdulillah oleh Allah masih diingatkan untuk selalu berbuat kebaikan pada sesama. Mengukir senyum tiada tara. Senyum itu yang tak akan bisa dilupakan. Nah sekarang mau kasih sedikit testimoni nih ke teman-teman. Selain ada rasa bahagia tersendiri, entah mengapa muncul juga rasa lega. Lega akan hal apa? Saya juga tidak tahu. Tapi, kesedihan akan HP saya yang hilang itu lambat laun mulai memudar. Digantikan oleh Allah dengan keihlasan dan banyak hal yang membuat saya senang. Alhamdulillah apa yang ingin saya capai, sedikit banyak sudah saya raih di tahun 2019.

Akhir kata, di closing statement saya tidak henti-hentinya mengingatkan kepada teman-teman sekalian untuk selalu menggali potensi yang kita punya, mengeksplor passion yang kita miliki. Di sini kita sama-sama belajar. Dan ingat, jangan lupa berbagi yaa😉 Berbagi tak akan merugi, untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Semangat teman-teman!

Powered by Blogger.