Dua ribu dua puluh dua...

Masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Hidup nyatanya tentang perjuangan dan survive untuk tetap waras dan hidup. Bagaimana kita mengupayakan itu semua lah yang jadi tolok ukur perbedaan dari tahun ke tahun. Tahun lalu apa yang jadi prioritas, tahun ini bisa saja berubah. Tahun lalu mengejar ingin masuk universitas terbaik, tahun ini orientasinya “bagaimana mendapatkan IPK tinggi?”. Jangankan 365 hari, bergantinya detik pun bisa saja mengubah prioritas yang ada dalam kehidupan. Tahun lalu mengejar ingin cepat lulus dan wisuda, tahun ini sedang ikhtiar menjalani amanah dari atasan.

Tahun ini, bagi saya pribadi banyak sekali hal yang sudah mengubah cara pandang serta membuat diri ini semakin bijak dalam memandang suatu hal. Lingkungan positif, kawan-kawan yang menyenangkan, keluarga yang hangat... Alhamdulillah tahun ini saya masih merasakan itu semua.

Soal Lintasan dan Garis Finish

Lintasan kehidupan tentu masih panjang. Sampai di titik ini, sangat wajar jika masih terus-menerus merasa belum mencapai garis finish. Lintasan ini tidak ditakdirkan untuk itu kok. Kembali diingatkan lagi dengan pepatah “Kita bukan sebagai pelari yang harus cepat-cepat mencapai garis finish di dalam kehidupan kita.” Tiap insan punya lintasannya masing-masing, dan bukan garis finish yang menjadi titik akhirnya. Tidak ada ujungnya, kita hanya diamanahkan untuk menapaki serta memaknai satu persatu langkah kita di jalur lintasan ini.

Perihal Usia

Makin kesini, makin paham kalau usia memang bukan takaran seorang untuk menjadi dewasa dan bijaksana. Ada satu hal yang selalu dan nampaknya masih mutlak jadi takaran tingkat kedewasaan seseorang, yakni status menikah. Semakin bertambahnya usia harusnya semakin dewasa dan semakin mantap untuk berkomitmen dengan seseorang. Usia 20 tahun menikah, usia 22 sudah punya anak 1, usia 28 masih melajang, usia 35 sudah menduda. Beda usia, beda pencapaian, beda persprektif, pun beda ghibahan dari tetangga. Perihal status itu, sampai sekarang pun saya masih mengimani usia bukanlah menjadi takarannya, tapi lingkungan tidak berpihak nampaknya. Hal yang selalu memekakkan telinga bagi rerata usia 23 ke atas, huft. Tapi mau bagaimana lagi? Dengarkan saja. Saya bahas ini karena hal ini begitu santer di telinga, hampir setiap hari sepertinya?!

Soal Resolusi

Akhir tahun, tepatnya di hari ulang tahun saya, selalu saya sempatkan untuk merenung resolusi apa saja di awal tahun yang sudah tercapai dan belum tercapai. Akankah menjadi resolusi untuk tahun depan atau terhenti saja karena memang sudah tidak ada upaya untuk mewujudkannya? Resolusi juga bukan hal yang fardhu ‘ain, tapi bagi saya resolusi ini perlu. Oleh karenanya, tiap tahun saya berusaha untuk mengarsipkan apa yang saya rasakan dengan menulis disini, saya jadikan sebagai bahan renengunan hihi. Bertahan dengan dunia yang makin jenaka ini memang nggak mudah guys, yokk bisa semangatt (toxic positivity mode: on).

Oh iya, ini ada lagu terbaik buat kamu yang sedang berada di dalam fase mengevaluasi dan merancang resolusi, Kunto Aji ft. Nadin Amizah-Selaras! Dengerin kalo mau tidur deh. Kalo nangis, saya nggak tanggung jawab sih tapi haha.

Terakhir, di malam ini.. di penghujung tahun ini, rasa-rasanya sangat relate mendengarkan lagu Juicy Luicy-Tak Terbaca wabil khusus bagi kaum-kaum NT. Terima kasih sudah berjuang. Kamu sudah tau dia bahagia dengan pilihannya, jangan memaksa untuk berjuang lagi ya. Kamu berhak mendapatkan yang jauh lebih baik dan pantas yang nggak bikin kamu NT lagii!

Mendengar cerita, kau kini bahagia

Ku hanya bisa tersenyum mendengarnya

Di dalam terluka, di luar tak terbaca

Memendam kecewa, kau senang disana


 


Kupetik bunga, mawar warna jingga

Hanya semata, senyum kau dibuatnya

Tak sadarkan durinya, terluka di akhirnya

Mencinta tanpa tau akibatnya

Baris di atas adalah penggalan lirik lagu Mawar Jingga yang saya dengar pertama kali sekitar bulan Juli 2019 dan hingga sekarang lagu ini tetap menjadi lagu favorit saya. Awalnya, iseng aja muter lagu di youtube yang nggak tahu kenapa serandom itu loh saya bisa sampai mendengar lagu ini. Sempat merasa asing awalnya saat mendengarkan lagu ini pertama kali, “Ini siapa yang nyanyi ya? Noah bukan, Sheila on 7 juga bukan, Yovie and Nuno bukan juga ah.” Ini siapa? Saya mulai bertanyea-tanyea tuh.  Mulai melihat lagu-lagu lain yang dinyanyikan karena udah ketagihan betul sama lagu Mawar Jingga. Dan dari situlah saya mengenal grup band asal Bandung yang bernama Juicy Luicy.

Tiga tahun berselang setelah lagu-lagu Juicy Luicy yang selalu dan hanya saya dengarkan dari platform youtube dan spotify, akhirnya 26 November 2022 lalu saya berkesempatan untuk dengerin langsung dan turut merayakan kesedihan bersama dengan lagu-lagu Juicy Luicy dalam event Glowfest 2022 yang diselenggarakan oleh BEM FH UB di UMM Dome, Malang. Mau sungkem dulu ke panitianya, terima kasih sudah memberikan kesempatan ke teman-teman yang dilanda galau atau yang menggalaukan diri untuk mendengarkan langsung A’ Uan nyanyi di Malang. Apresiasi sebesar-besarnya, acaranya luarr biasa!

Sebelumnya, mau ngasih selamat juga ke A’ Uan dan tim yang per tanggal 2 Desember 2022, album Sentimental sudah diputar sebanyak 300,427,099 kali! Angka yang spektakuler dan saya turut bangga karena menjadi salah satu dari 300juta+ yang mendengarkan huaaa. Angka ini juga sepertinya bisa merepresentasikan bahwa muda-mudi Indonesia ini hatinya banyak yang nggak baik-baik saja. Atau, memang lagi musim ya muda-mudi yang posisinya sedang tidak diuntungkan dalam sebuah hubungan? Aduh maap, keceplosan guys.

Album Sentimental merupakan album pertama dari Juicy Luicy. Terdiri dari 11 single yang dirilis dalam waktu yang berbeda-beda dan rentang waktunya juga gak berdekatan, bisa dibilang seperti itu. FYI, susunan lagu-lagunya sejatinya tidak punya makna fiolosofis dan cuma sengaja diurutkan secara alphabetis aja, haha

1.     Di Balik Layar

2.     H-5

3.     Jemari

4.     Kembali Kesepian

5.     Lagu Terakhir

6.     Lantas

7.     Mawar Jingga

8.     Siapa Tahu

9.     Tak Terbaca

10.  Tanpa Tergesa

11.  Terlalu Tinggi  

Dari 11 lagu di atas, Lantas dan Tanpa Tergesa sudah meraih rekor 100.000.000+ kali diputar. Ini juga menjadi salah satu prestasi bagi Juicy Luicy yang notabene grup band pendatang baru (walaupun sebenarnya tidak baru-baru amat karena terhitung dari didirikannya sejak 2013) yang sudah mencapai rekor sefantastis itu! Di samping 2 lagu tadi, mungkin akhir-akhir ini lagu Tampar juga pernah lewat di FYP kalian. Musim hujan dan gundah gulana yang dirasakan relate sekali kalo dengerin lirik lagu Tampar, “Hujan samarkan derasnya, tutup air mata, temani kecewa....” Dan lagu ini juga udah masuk 50 Top Songs Indonesia di platform Spotify, gokill!  

Kalau boleh menilai, sebenarnya dari sekian banyak lagu Juicy Luicy, di luar album Sentimental pun, nuansanya adalah lagu kesedihan. Rata-rata sedih, iya. Tapi nggak tahu kenapa, lagu-lagunya pun tetep enjoy aja di telinga meskipun yang dengerin nggak lagi galau. Saya rasa, Juicy Luicy ini punya formula rahasia yang bikin lagu-lagunya relate buat banyak orang, tapi juga tetep bisa enjoy menikmati lagunya dimanapun, kapanpun, dan dalam kondisi apapun. Meskipun, iya sih banyak juga sebenernya penyanyi yang punya lagu galau dan bisa didengarkan meskipun pendengarnya nggak lagi galau. Cuma, tetep aja bagi saya Juicy Luicy punya caranya sendiri untuk membedakan karyanya dengan penyanyi lain!

Dan satu lagi, ketika mendengarkan lagu mereka, pasti di lubuk hati yang terdalam tuh bilang, “Suatu saat, aku harus nonton konser mereka”, ini preferensi saya ya. Karena emang seasyik itu lagu-lagu mereka masuk di telinga dan dirasakan, enakeeunn. Pokoknya wajib nonton konsernyaaa!

Buat muda-mudi, coba deh mumpung lagi musim hujan nih, dengerin lagu-lagu Juicy Luicy di sore hari atau malam hari pas lagi hujan. Entah kalian lagi terjebak kemacetan di jalan, nugas di kost, lembur di kantor. Percayalah, niscaya apa pun yang sedang kalian lakukan, tiba-tiba aja gitu selesai Selesai maksudnya bukan ada keajaiban simsalabim selesai ya, tapi saking enaknya lagu-lagu mereka, kalian nggak sadar kalo sudah menghabiskan waktu bergulat dengan aktivitas dan ditemenin sama lagu mereka. Paham kan maksudnya, ya? Ini agak hiperbola sih, tapi coba aja dulu rasain!

Oh ya, ada nih rekomendasi buat muda-mudi yang mau nikah dan masih bingung milih playlist di hari H wkwk. Ini “Lagu Nikah”nya Juicy Luicy cocok banget sih kalo diputar di hari bahagia sekali seumur hidup kalian. Coba deh baca lirik lagunya aja, itu kek... nyess banget gitu. Apalagi buat ciwi-ciwi nih pasti meresaka diistimewakan banget deh sama lagunya. Lagu Nikah ini oke banget kalo jadi pelengkap dari beberapa lagu yang selalu direkomendasikan buat nikahan seperti Akad, Sempurna, Dia, Adu Rayu, apa lagi ya? Atau lagunya diputer terus sepanjang acara juga gapapa, masih tetep khidmat dan enjoy kok acara pernikahan kalian! Atau, mau undang Juicy Luicynya sekalian? Aahh, masuk wedding dreams deh itu :’) otw cari pasangannya dulu ygy hahaha.

Terakhir, saya ingin membagikan kenangan saya tanggal 26 November 2022 lalu disini. Oh iya, bagi saya nonton konsernya Juicy Luicy sekali aja nggak cukup (dasarnya manusia emang nggak pernah puas ya). Semoga di lain kesempatan masih bisa menjadi bagian orang-orang yang beruntung bisa dengerin mereka secara langsung lagi, aamiin. Buat kalian yang sedang menjadi badut, orang ketiga, orang yang merasa dikhianati, tersakiti, apa lagi deh yang sedih-sedih, coba aja dengerin lagu Juicy Luicy, galaumu akan semakin paripurna! Let’s celebrate the heartbreak!  Terakhir banget, sehat selalu A’ Uan dan tim, tetap semangat menggalaukan muda-mudi di seluruh Indonesia ini, haha!






 


Kamu bukan satu-satunya orang yang tersiksa di rumah ini ya, Ambar!

Hampir seminggu setelah nonton film ini, kalimat diatas adalah dialog dan scene yang paling saya ingat. Entah kenapa, ngefeel bangett sih pokoknya! Yang udah nonton pun sepertinya ketika baca kalimat di atas udah pasti inget scene yang mana, ya khaaan #yangtautauaja

Yap, kali ini kita akan review film Noktah Merah Perkawinan. Film yang rilis tanggal 15 September 2022 ini disutradarai oleh Sabrina Rochelle Kalangie dan diproduksi oleh Rapi Film. Sampai artikel ini diunggah, filmnya masih tayang di bioskop ya! Yang masih setengah hati mau tonton, coba baca reviewnya dulu deh. Oh iya, sebelum itu boleh cek trailernya dulu di sini.

Film ini merupakan sebuah adaptasi dengan judul yang sama dari sinetron yang sangat booming pada tahun1996-1998. Siapa yang baru lahiir di tahun itu? Haha. Dialog yang paling ikonik dari sinetronnya “Aku tampar kamu!”, ucap si suami kepada istrinya.

Sekilas bercerita, jika biasanya saya banyak pertimbangan sebelum nonton, untuk film ini tidak. Karena orientasi saya kali ini adalah mau liat Bli Oka Antara haha, setelah di film Gara-gara Warisan gasempet nonton :( tau tanggal rilis film ini, udah tanpa pikir panjang sih langsung ke bioskop!

Para pemeran versi film berbeda dengan sinetron ya. Jika di versi film, para pemeran utamanya Oka Antara (Gilang), Marsha Timothy (Ambar), Sheila Dara Aisha (Yuli).  Namanya juga adaptasi, tentu ada penyesuaian ya entah dari sisi mana. Tapi, kalo dari film ini penyesuaian selain nama pemeran utama laki-laki yang sebelumnya Priambodo menjadi Gilang, vibes atau rutinitasnya juga sesuai banget sama keadaan di era sekarang. Bukan yang memperlihatkan vibes tahun 90an lagi.

Oke, sekarang ke sinopsisnya. Ambar dan Gilang telah menikah 10 tahun dan dikaruniai 2 buah hati yakni Bagas (Jaden Ocean) dan Ayu (Alleyra Fakhira). Tampak dari luar, mereka adalah keluarga yang harmonis dan bahagia. Namun, belakangan kondisi rumah tangga mereka tidak baik-baik saja. Ambar merasa Gilang selalu lari dari masalah saat Ambar membutuhkan solusi dari Gilang. Ambar merasa berjuang sendiri bagi keutuhan rumah tangganya. Sedangkan Gilang sudah merasa melindungi penuh keluarganya. Ditambah lagi ada campur tangan dari ibu Ambar dan Gilang.

Hingga pada akhirnya Yuli datang di kehidupan Gilang. Yuli adalah murid dari kelas keramik Ambar. Karena suatu kepentingan, Yuli dan Gilang punya komunikasi yang begitu intens dan membuat Ambar curiga kepada mereka. Yuli tampak menyimpan rasa pada Gilang yang mulai merasa nyaman ada wanita baru di hidupnya. Sesumbar kabar akan kedekatan Yuli dan Gilang semakin nyata terdengar di telinga Ambar, hingga pada akhirnya ia melihat kenyataan itu dan ingin meminta cerai pada suaminya. Bagaimanya pertentangan dan gejolak batin yang dirasakan oleh Ambar, Gilang, dan Yuli?

Itu tadi sinopsisnya. Masih belum terlalu spoiler ya. Sekarang lanjut kita akan bahas apa saja yang bisa dikulik dari filmnya, Lesgo! (*semoga nggak terlalu spoiler ya wkwkwk)

1.  Pemilihan para castnya sangat tepat

Dimulai dari pemeran utamanya. Oka Antara sebagai Gilang. Nggak tahu kenapa ini udah paling cocok emang berperan sebagai suami yang looknya cool, mengayomi keluarganya, sayang anak-istri, tapi sebenernya dia bermain sama pikirannya sendiri, dipendam, dan boom! Marsha Timothy sebagai Ambar. Beliau sudah tidak diragukan lagi dong di ranah sineas Indonesia. Mau main dan berperan sebagai apapun selalu totalitas. Di saat ia harus menunjukkan kekesalannya kepada Gilang, saya rasa dia berhasil membawa emosi penonton mencapai titik itu. beneran bisa marah, bisa kecewa, memuncak jadi satu.

(Youtube Rapi Films Official Trailer Noktah Merah Perkawinan)

Sheila Dara sebagai Yuli. Aura baik hatinya Sheila Dara nggak bisa lepas dari pikiran. Mau jadi pelakor sekalipun, vibesnya dia nggak bisa jahat :( Dan di film ini, ditampakkan betul bahwa orang ketiganya nggak jahat kok. Stereotip tentang pelakor seketika lenyap, tidak sama sekali tampak di perawakan Yuli:’) Seolah bidadari tapi antagonis, itu Yuli namanya.

Selain tiga pemeran utamanya, para pemeran lainnya juga nggak kalah jago aktingnya. Misalnya saja Bagas, anak pertama Ambar dan Gilang ini sebenarnya masih usia sekolah (10 tahun mungkin?), tetapi dia peka dengan apa yang terjadi pada kedua orang tuanya. Dia berusaha untuk memahami keadaan tersebut dan memperlihatkan kepada Ayu, adiknya, bahwa keluarga mereka yaa harmonis seperti biasanya. Kemudian Ayu, anak kedua dari Ambar Gilang ini mungkin usianya 6-7 tahun, masih sangat bocah dan lagi polos-polosnya ya. Ayu memanggil Yuli dengan panggilan Tante Yuli (karena usia Yuli lebih muda dari ibunya). Ayu ini tipikal yang gampang dekat sama orang baru gaksiie? Sepertinya memang dididik seperti itu ya sama Ambar. Yuli pun terbuka juga dengan kepolosan dan ketulusan Ayu yang menganggap ia sebagai tante barunya. Keakraban keduanya ini juga membuat Ambar kurang berkenan pada akhirnya.

2.  Pesan moralnya nyampe banget

Setelah nonton filmnya, selang beberapa waktu ada space di twitter yang lagi ngebahas film ini. Dari banyak penilaian yang ada, saya setuju semua. Apalagi bagian moral value yang benar-benar banyak dan baru untuk saya. Di film ini juga ada Kartika, seorang penasehat pernikahan (Ayu Azhari) yang menurut saya berhasil menjadi pendengar yang baik untuk para kliennya, meskipun dalam ceritanya dia gagal mempertahankan rumah tangganya :( banyak pesan yang dapat diambil dari anjuran atau validasi Kartika yang bisa bikin saya jadi... “oh iya juga ya, bener juga ya...”

(Youtube Rapi Films Official Trailer Noktah Merah Perkawinan)

Di film ini, kalian bisa ambil pesan moral dari semua peran. Dari Mas Gilang bisa, dari Ambar bisa, dari Yuli bisa, bahkan dari perspektif Ayu dan Bagas juga bisa. Tinggal kalian saja mau ambil dari sudut pandang mana. Satu hal yang noteable buat saya, Yuli menyiratkan bahwa jatuh cinta pada orang yang salah akan sama halnya dengan menyakiti diri sendiri. Valid banget kan? Buat yang sedang merasa salah menaruh hati pasti lagi tertuding banget nih.

3.  Ada adegan yang klise

Harus diakui bahwa film ini sudah mematahkan stigma bahwa orang ketiga itu nggak semuanya mau menang, dia masih punya hati, namun di satu kondisi perasaan terlarang itu ya jadi nggak terbendung, akhirnya kebablas juga. Disini saya tidak membenarkan posisi sebagai orang ketiga ya. Perusak rumah tangga orang lain mutlak salah. Tapi, coba deh tonton film ini. Pengen tahu kalian ada di tim Ambar atau tim Yuli haha.

Adegan klise disini masih ditemukan. Klise dalam artian adegan ini masih sangat sering banget saya temui di film-film dengan genre drama-pasutri. Adegan yang saya maksud adalah saat Ambar tahu ada Yuli di kantor Gilang, kemudian Ambar tidak jadi turun dari mobilnya dan langsung putar balik tancap gas. Gilang yang tak sempat menjelaskan apa yang terjadi langsung mengejar mobil Ambar. Di beberapa film dengan genre yang sama, ada nih adegan ini. Misal saat Mas Pras yang lagi mengejar mobil Arini di film Surga yang Tak Dirindukan, atau Mas Bian yang lagi mengejar mobil Tari di film Wedding Agreement. Saya langsung teringat dengan 2 film itu. Adegan ini sebenarnya tidak ada masalah, cuma pikiran saya saja yang mudah ketrigger membandingkan dengan film lain hihi.

(Youtube Rapi Films Official Trailer Noktah Merah Perkawinan)

4.  Buat yang mau nangis, nonton aja!

Rekomendasi ke sekian kali buat temen-temen yang mau nonton, beneran tonton aja. Nggak akan kecewa sih, keluar dari studio kalian akan mendapatkan nasihat secara tersirat yang luar biasa. Di samping itu, paling mata juga kek berkaca-kaca atau mata agak sembab hihi. Film ini bener-bener mengajak perasaan kita untuk terombang-ambing. Dah buktikan sendiri aja ya.

Terlepas dari banyaknya film bagus yang tayang di bulan ini, film Noktah Merah Perkawinan adalah salah satu film yang layak dan worth it untuk ditonton. Dari alur cerita, para pemain, sinematografinya, semuanya tersaji dengan baik.

Oh iya, film ini bisa ditonton dari usia 13 tahun ya. Bukan film dewasa yang beraaat. Yang jomblo, yang ada pacar, yang mau nikah, yang baru nikah, atau yang udah nikah bertahun-tahun pun bisa nonton ini. Ceritanya banyak ditemukan disekitar kita, dan di film ini kita akan tahu dari satu perspektif baru bagaimana pasangan suami-istri struggle mempertahankan rumah tangganya. Terakhir, terima kasih kepada Kak Sabrina dan kru yang sudah membuat film se-emosional ini. tentu banyak pelajaran yang bisa diambil setelah nonton film ini.


 


Kehidupan di dunia tidak selamanya akan berjalan seperti yang kita inginkan. Jika sedang berjuang lalu membuahkan hasil, tentu siapa yang tak senang? jika sudah berjuang kemudian gagal, sedih itu pasti, namun harus tetap bangkit bukan? Akan selalu ada hikmah yang menghampiri usai keberhasilan atau kegagalan yang kita alami.

Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan untuk menonton sebuah film yang sedikit gambarannya sudah saya terangkan di awal. Tentang penerimaan output dari yang namanya berjuang. Ranah 3 Warna, film yang diadaptasi dari novel best seller karya A. Fuadi, seri kedua dari trilogi Negeri 5 Menara. 

Seri pertamanya yakni Negeri 5 Menara, sudah difilmkan pada tahun 2012. Di seri pertamanya, saya tidak menonton di bioskop. Saya menontonnya saat ada penayangan film di televisi dalam edisi menyambut hari raya kalau tidak salah. Jarak rilis yang cukup panjang ini membuat saya sedikit lupa bagaimana alur cerita pada seri pertamanya. Namun, tenang saja teman-teman. Bagi yang tidak menonton Negeri 5 Menara, tidak masalah. Karena ceritanya benar-benar berbeda, hanya beberapa tokohnya saja yang tetap. Jadi, masih enjoy aja sih kalau hanya nonton Ranah 3 Warna.

Film yang telah rilis pada 30 Juni 2022 lalu ini, disutradarai oleh Guntur Soeharjanto, sutradara yang juga telah sukses dengan film-film bergenre drama-religinya, seperti Cinta Laki-Laki Biasa dan Assalamualaikum Beijing. Beberapa film dengan durasi lebih dari 2 jam terkadang membosankan. Tapi, Ranah 3 Warna yang berdurasi 150 menit ini, bagi saya dari awal hingga akhir tidak membosankan. Saya begitu menikmati alur ceritanya dari menit pertama hingga credit tittle nya.

Sinopsis Film

Pada tahun 1992, Alif Fikri (Arbani Yasiz), seorang pemuda asal Maninjau, lulusan pondok pesantren, punya keinginan besar untuk menimba ilmu di Amerika. Untuk mencapai hal itu, tentu melalui halang rintang yang begitu berat untuk Alif. Usai lulus dari pondok, ia harus mengikuti ujian tingkat nasional untuk masuk ke perguruan tinggi negeri.

Alif diterima di Universitas Padjajaran jurusan Hubungan Internasional. Satu langkah lebih dekat menuju impiannya. Kuliah di Bandung adalah salah satu keputusan besar dalam hidupnya. Ia harus merantau ke Jawa, Bandung lebih tepatnya. Meninggalkan Ayah (David Chalik), Amak (Maudy Koesnadi), dan kedua adik perempuannya di Maninjau, Sumatera Barat.

(Youtube MNCP Movie Official Trailer Ranah 3 Warna)

Untungnya, di Bandung ia punya sahabat yang berasal dari kampung yang sama, Randai (Teuku Rassya), yang sudah lebih dulu berkuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB). Randai menyambut gembira datangnya Alif ke Bandung. Namun, saat di kampung dulu, Randai selalu meremehkan Alif. “Mana bisa, lulusan pondok pesantren bisa melanjutkan pendidikannya ke Amerika? Tidak kah lebih bagusnya menjadi ustaz di kampung?”, begitulah kiranya. Mereka berdua seperti punya jiwa rivalitas menurut saya.

Bukan hanya Randai kawan Alif selama di Bandung. Ada juga Raisa (Amanda Rawles), mahasiswi Unpad kawan Randai yang telah mencuri hati seorang Alif Fikri. Penampilannya yang menarik, sopan, dan bertalenta telah membuat Alif jatuh cinta padanya. Kawan Alif lainnya seperti Rusdi (Raim Laode), Memet (Miqdad Addausy), dan Agam (Sadana Agung) juga turut membuat hari-hari Alif menjadi lebih berwarna.

(Youtube MNCP Movie Official Trailer Ranah 3 Warna)

Pada tahun 1995, Program Pertukaran Pelajar ke Amerika dibuka. Alif dengan kemampuan literasi yang bagus, Raisa dengan tarian minangnya, dan Rusdi dengan suara emasnya diterima dan bisa mengikuti program tersebut.  Singkatnya, mereka beserta peserta lainnya pun berangkat menuju Negeri Paman Sam itu. di tengah perjalanan, karena suatu dan lain hal rombongan ini harus berhenti di Yordania. Saat mendarat dan turun di Kantor Kedutaan Besar Yordania, Alif bertemu Ustaz Salman, guru yang mengajarnya semasa di pondok.

Jika di Negeri 5 Menara Alif menggunakan mantra Man Jadda Wajada, “Siapa yang bersungguh-sungguh pasti bisa”. Kini, di Ranah 3 Warna Alif menambah mantra Man Shabara Zhafira, “Siapa yang bersabar akan beruntung.” Bersungguh-sungguh saja tidak cukup. Lalu, bagaimana cara Alif melewati perjalanan hidupnya di tiga ranah (Indonesia, Yordania, Amerika) negara yang berbeda ini? Silakan tonton dan nikmati filmnya di bioskop terdekat!

Apa yang Bikin Menarik?

Seperti biasa, sebelum saya memutuskan untuk menonton film di bioskop, saya selalu melihat testimoni dan ulasan dari orang-orang yang telah menonton lebih dulu. Terlebih film ini merupakan adaptasi novel best seller. Meskipun saya belum membaca novelnya sampai saat ini, bagi saya penilaian dari teman-teman yang sudah membaca novelnya tentu amat penting.

Setelah saya lihat ulasannya, ternyata bagus. Mayoritas memberikan komentar yang positif, baik dari penonton yang belum ataupun sudah membaca seri novelnya. Setelah membaca sinopsis dan melihat trailernya, saya merasa.. “Oke juga untuk ditonton”.

Berbicara tentang point of interest film ini, ada beberapa hal yang ingin saya bagikan kepada teman-teman yang belum atau sudah punya keinginan untuk nonton film ini. Oh iya, sebelumnya saya mau kasih rating 9.0/10 ya untuk film ini! Dari segi alur cerita, para pemeran, soundtrack, dan sinematografinya yang oke banget. Tanpa panjang lebar, berikut point of interest  dari Film Ranah 3 Warna versi saya!

Pertama, 1 film menampilkan 5 bahasa yang beragam (selain bahasa Indonesia). Beberapa bahasa yang digunakan diantaranya bahasa Minang, Sunda, Inggris, Arab, dan Prancis. Di beberapa film, penggunaan bahasa asing atau lokal kadang terkesan memaksa dan membuat tidak nyaman bagi penonton yang mendengarnya. Namun, di film ini teman-teman jangan mengkhawatirkannya.

Penggunaan dialog berbahasa asing atau lokalnya terdengar riil dan tidak memaksa. Seperti Alif, Randai, Ayah, dan Amak yang beberapa kali menggunakan dialog berbahasa Minang. Saya rasa, meskipun saya bukan orang Minang, saya cukup nyaman mendengar dialog mereka. Nampak betul-betul menjiwai dari kata perkata yang diucapkan, pas sesuai dengan ekspresi yang seharusnya dikeluarkan.

Dialog Alif yang berbahasa Arab, saya rasa Arbani Yasiz sangat serius dalam berlatih. Terdengar seperti dialek bahasa Arab yang sering saya dengar dari mahasiswa-mahasiswa Al-Azhar Kairo (di media sosial ya hehe, kalo secara langsungnya belum pernah dengerin).

Saya juga senang melihat subtittle yang tidak berlebihan, pas dari jenis dan ukuran font, warnanya juga terang dan jelas. Bagi saya, subtittle ini berperan cukup besar juga di film ini, melihat beragam bahasa yang digunakan ya. Jadi, hal sepele seperti jenis, ukuran, dan warna font memang harus diperhatikan. Hal-hal detail seperti di atas sudah dibawakan secara apik oleh kru film ini, patut diapresiasi!

Kedua, banyak kutipan-kutipan yang quateable. Saya rasa, semua pemain punya kata-kata yang berharga dan berpengaruh besar dalam hidupnya si Alif Fikri. Beberapa yang saya ingat misalnya nasehat dari Ayah Alif yang sedang sakit kepada Alif, kurang lebih beliau meminta Alif untuk menyelesaikan studi yang Alif pilih sendiri. Jika benar-benar kita resapi bagian ini, pasti sangat akan merasa relate sekali dengan kita, terlebih kalian yang saat ini merantau untuk menyelesaikan studi sarjana.  Jujur, saat scene ini saya menangis tiada terbendung.

Ada lagi dialog yang diucapkan oleh tukang sepatu (Lukman Sardi). “Sabar itu bukan pasif, tapi aktif. Aktif mencari solusi, aktif pantang menyerah.” Dialog tukang sepatu ini ada di trailer, jika teman-teman ingin mendengarkan. Nampaknya, ini salah satu dialog yang ikonik dari film ini karena berkaitan langsung juga dengan mantra yang sedang diikhtiari oleh Alif.

Kemudian ada dialog antara Raisa dan Alif yang sangat menohok bagi saya. Scene dimana Alif sedang berada di titik terendah dan merasa sudah hilang segalanya. Raisa sebagai kawan yang baik merasa ini bukan Alif yang dia kenal, ia langsung berkata kurang lebih begini, “Kamu belum kehilangan segalanya, kamu masih punya nyawa.”

(Youtube MNCP Movie Official Trailer Ranah 3 Warna)

Ketiga, tentang merantau. Bagi saya yang 23 tahun belum punya pengalaman merantau, film-film tentang merantau selalu menarik untuk ditonton. Pasalnya, dari film-film itu saya bisa tahu bagaimana rasanya menjadi seorang perantau di tanah orang, walaupun tidak merasakan secara langsung ya.

Dari film Ranah 3 Warna saja, banyak nilai-nilai yang saya dapatkan untuk bekal menjadi seorang perantau. Misalnya, tentang kebersamaan dengan kawan-kawan seperantauan. Fenomena ini nyata, dekat dirasakan dengan melihat teman-teman kuliah saya juga.

Juga tentang selalu ingat kepada sang Pencipta, hanya Allah saja tempat kita berlindung dan berharap di tanah rantau. Orang lain mungkin hanya sebagai perantara, betul kan? Kemudian tentang bahagia dan bersuka citanya orang rumah saat mendengar prestasi atau pencapaian kita di tanah rantau. Anak non rantauan can’t relate dengan hal itu :’)

Adakah yang kurang?

Alif yang digambarkan lekat dengan dunia literasi, tetapi scene saat dia struggle dalam hal itu kurang ditampakkan. Buktinya, Bang Togar (Tanta Ginting) disini agaknya berperan besar namun scene yang menampakkan dia hanya beberapa kali dan sebentar. Bagi saya, itu masih kureng, hehe.

Keistimewaannya dalam mengekspresikan sesuatu melalui tulisan seharusnya lebih ditampakkan lagi untuk menguatkan karakternya. Karena yang membawa dia bisa menggapai impiannya ke Amerika ‘kan kepiawaiannya dalam menulis. Tapi, memang sangat bisa dimaklumi sih, karena sebuah film tentu harus memerhatikan juga yang namanya durasi. Jika terlalu lama dan panjang bisa saja penonton akan suntuk menontonnya.

(Youtube MNCP Movie Official Trailer Ranah 3 Warna)

Ada opsi lain menurut saya. Jika dijadikan series mungkin seru sih untuk ditambahkan bagian si Alif ini benar-benar mendalami dunia literasi, ups. Wah, gak kebayang karakternya Alif akan mengalahkan karakter si Roman sang Pujangga pastinya, haha.

Terakhir nih yaa

Saya mau mengucapkan tarimo kasih kepada Uda Ahmad Fuadi yang sudah menciptakan cerita yang begitu menginspirasi. Terima kasih juga kepada sutradara, pemain, dan all crew  yang sudah berusaha semaksimal mungkin memberikan karya film yang terbaik.

Satu lagi, ungkapan isi hati saya untuk Uda Alif Fikri wkwkwk. Uda Alif, kamu itu sangat baik, agaknya karaktermu adalah idaman dari semua wanita. Taat, family man, berwawasan luas, tidak malas, kurang apa? YA, KURANG SAT SET UDA!


 



Kalo Pamungkas ke Jember, wajib banget nonton konsernya sih.

Hajat itu sudah ada di sanubari sejak akhir tahun 2019. Saat saya magang di sebuah kantor instansi pemerintahan di kota kecil ini, Jember. Menjadi partner belajar dengan salah satu “Mas” pegawai di instansi tersebut membuat saya kenal dengan lagu-lagu Pamungkas aka Mas Pam. Setiap hari lagu-lagunya diputar, yang awalnya saya biasa saja tapi kok kalo nggak dengerin lagunya seperti ada yang kurang.

Saya ingat betul top playlist masa-masa itu di kantor itu adalah lagu Mas Pam yang berjudul Sorry dan One Only. Setelah masa magang saya habis, di rumah ataupun dimana saja saat saya bisa mendengarkan lagu, playlist yang saya dengarkan lagunya Mas Pam. Bukan hanya dua lagu di atas, tapi juga lagunya yang lain. Sepertinya tak jemu mendengarnya berulang-ulang. Selain saya tipikal orang yang tidak mudah bosan dengan sebuah lagu (lagu favorit saya tentunya), saya nggak tahu lagi sih alasan apa yang membuat saya senang mendengarkan lagu Mas Pam di masa itu.

Pandemi cukup membuat saya lupa dengan hajat saya yang itu. Di samping memang ada hajat-hajat lain yang lebih prioritas, lagu-lagu sendu di masa pandemi cukup beragam juga yang membuat lagu-lagu Mas Pam tersingkir dari top playlist saya. Singkatnya, hajat ini terpikirkan kembali di akhir April 2022 lalu. Saat saya melihat flyer yang berisi informasi Pamungkas akan ngonser di Jember. Tahu akan hal itu, jujur saya nggak se-excited dulu. Tapi, karena nonton konser Mas Pam adalah hajat saya yang mana bagi saya sebuah hajat bila mampu harus ditunaikan, walhasil saya pesan juga tiketnya!

“Akhirnya di umur 23 tahun saya akan nonton konser untuk pertama kalinya”, batin saya setelah booking tiketnya. Konser yang saya tonton ini adalah bagian dari event Jember Festival (J-Fest) 2022 yang diselenggarakan oleh Kabupaten Jember dengan Mahamerunetwork selaku event organizernya. J-Fest 2022 merupakan festival yang bertajuk event kolaborasi antara musik (konser), kuliner, art street, UMKM, dan lain-lain. Festival ini diselenggarakan sekaligus untuk menjawab tantangan industri kreatif kota Jember di tengah pandemi yang lajunya kian baik. saya tidak akan jelaskan detailnya. Bagi teman-teman yang ingin tahu lebih lanjut tentang J-Fest 2022 secara keseluruhan silakan klik disini ya!

Lanjut membahas nonton konser pertama. Tentu karena pengalaman pertama, saya tidak mungkin nontonnya sendiri dong. Saya bersama sepupu dan sahabat saya semasa SMA yang memang ingin juga nonton konser itu. Kalian harus tahu jenis dan harga tiket yang ditawarkan. Oh oke, sebelumnya mau bilang dulu kalo konser ini guest starnya bukan hanya Pamungkas saja, tapi ada Tulus juga (yang menurut orang-orang inilah GONG-nya). Jadi, jenis tiket yang paling murah adalah Tiket Festival (Rp.175.000-Rp.200.000), kemudian Tiket Gold (Rp.300.000-Rp.350.000), dan Tiket Platinum (Rp.500.000). Berlokasi di Sevendream City, semua jenis tiket tersebut nyatanya ludes terjual tidak bersisa. Oh iya, saya dkk ambil tiket festival ya guys. Sungguh antusias orang Jember dan sekitarnya menantikan adanya konser lagi pasca pandemi.

(Dok. Pribadi)

Selain hafalan lagu, outfit adalah hal yang paling saya bingungkan untuk mempersiapkan pengalaman nonton konser pertama kali saya. Jika bajunya berbahan tipis apakah saya akan kedinginan? Bagaimana jika baju berbahan tebal, apakah saya akan merasa gerah? Sungguh bingung. Open Gate dimulai pukul 14.00 WIB. Saya dkk tentu tidak hadir di jam tersebut karena kami tahu acaranya saja baru dimulai malam hari. Selama siang menuju sore, di venue Sevendream City diisi oleh mini konser dari band lokal dan ramai sekali dengan stand jajanan kuliner dan UMKM.

Saya dkk tiba pukul 17.00 WIB. Saya sangat bersyukur di venue tersebut  ada masjid yang tidak membuat saya resah saat adzan maghrib berkumandang. Saya dan penonton lain yang beragama islam tidak kesusahan untuk melaksanakan kewajiban beribadah. 

Setelah sholat maghrib inilah hal-hal riweuh dirasakan haha. Ternyata kaum tiket festival harus mengantre panjang dulu sebelum dibukakan pintu gatenya. Kebetulan saya dkk tidak terlalu belakang antrenya. Mengantre sekitar 20 menit, pintu gate bagi kaum tiket festival dibuka. Sungguh di luar dugaan, yang mulanya mengantre tertib teratur, saat gatenya dibuka BRUTAL SEMUA.

Saya kaget tidak terkira, semuanya pada berlari seperti akan maju di medan perang. Merespon hal tersebut, saya yang jarang berolahraga ini pun turut berlari sekencang yang saya bisa. Untunglah mendapatkan baris ke lima, masih cukup puas melihat main stage dari posisi itu. Bagi kaum tiket gold dan premium, tidak perlu lari bak di medan perang. Mereka semua berjalan santai, tertib, dan tidak brutal hahaha. Tau lah ya, harga memang menentukan harus sejauh mana effort kita.

Mula-mula, saya dkk merasa bersyukur ada di baris kelima di area tiket festival. Tetapi, setelah kami lihat sekitar, banyak sekali hal-hal yang ternyata bikin kami sambat. Pertama, di baris-baris depan kami penontonnya punya postur dan beragam dan ada beberapa yang lebih tinggi dari kami. Tentu dari sini kami mulai berpikir, bagaimana nanti apakah masih bisa melihat orang-orang di main stage? Kedua, orang-orang dalam keadaan berhimpitan yang notabene suasana jadi engap masih saja ada yang menyalakan rokok atau vape. Untungnya yang ini tidak begitu dekat dengan saya, tapi tetap ada di jangkauan pandangan saya. Saya yang lihat cukup geram, tapi ya mau bagaimana lagi, di rulesnya juga tidak ada larangan melakukan hal tersebut.

Ketiga, penonton yang cukup egois. Menunggu adalah hal yang membosankan, kita sepakat akan hal itu. Berdiri selama beberapa waktu tentu membuat kaki kita tidak tahan ya, apalagi di keseharian kita tidak pernah berdiri selama itu. Untuk penonton perempuan, pasti sesekali akan mengambil kesempatan untuk jongkok/ duduk sejenak. Saya pun demikian. Tetapi, karena areanya memang sudah dikondisikan cukup untuk penonton dengan keadaan berdiri, alhasil saat ada yang ingin duduk tentu ada space orang lain yang kita ambil dong.

Pada kondisi demikian, ada saja penonton yang kurang tahu diri untuk duduk berlama-lama tanpa memikirkan sekitarnya. Ya, sebenarnya tidak apa juga. Namun, secara etika dan empati ke orang lain, bukankah seharusnya tidak begitu? Sebenarnya ini hal kecil, tapi membuat saya cukup geram juga. Kemudian berpikir, jika saya punya hajat nonton konser lagi, saya mending pilih tiket yang memfasilitasi penontonnya untuk bisa duduk dengan nyaman sepanjang konser.

Melihat kebrutalan saat gate dibuka, saya jadi berpikir bagaimana pun kondisinya saya harus tetap ada di posisi ini. Sedikit lengah tentu posisi kita bisa diisi orang lain yang mendorong dari belakang. Bagi saya orang yang “beseran”, hal ini cukup sulit dilakukan. Orang beseran kan bestie sekali dengan kamar mandi. Tetapi, jika di tengah-tengah konser saya harus ke kamar mandi, pasti lepas momentum pengalaman pertama saya ini haha. Sebagai wujud antisipasi, selama saya tidak haus sepanjang konser, saya tidak minum sama sekali. Hal berat namun harus dilakukan!

Tepat pukul 19.20 WIB, MC mulai membuka acara. Akhirnya, penderitaan satu setengah jam ini usai. Kami semua berdiri. Tampak semuanya berteriak tak sabar bernyanyi bersama para guest star. Eits tapi tunggu dulu, tidak secepat itu dong. Jadi, sebelum penampilan dari para guest star, penonton terlebih dahulu dihibur oleh komunitas musik lokal Jember, Linkrafin (Lingkar Kreatif dan Independen). FYI, pada tahun 2021, Linkrafin telah menyabet Juara 1 dan Juara Favorit dalam ajang Lomba Karya Musik Anak Komunitas yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Berbicara sedikit tentang Linkrafin. Pertengahan tahun lalu nama ini cukup sering terdengar di telinga bagi warga Jember. Tentu menjadi sebuah kebanggaan tersendiri ya bagi kami karena Linkrafin bisa mencapai juara di tingkat nasional dengan lagu orisinilnya yang berjudul Jember Nusantara. Jujur, saat mendengarkan pertama kali, MERINDING SEKALIGUS BANGGA dengan Linkrafin. Bagi yang penasaran dan ingin mendengarkan, silakan klik disini ya. Serius kalian tidak akan menyesal!

Oke, setelah haru bangga dengan perform dari Linkrafin, inilah waktunya para guest star perform. Pertama, dibuka oleh penampilan Mas Pam yang membawakan lagu Closure. Jujur, karena saya penikmat lagu Pamungkas di era 2019 ke bawah, lagu Closure ini kurang akrab di telinga. Akhirnya saya hanya bersenandung sekeluarnya saja. Sangat seru nyanyi bersama-sama dengan sangat PDnya dengan suara ala kadarnya ini. Semua senang, semua menikmati iringan lagu dan bintang-bintang di angkasa, ah indahnya. Lagu yang dibawakan Mas Pam cukup banyak, sekitar 10an mungkin. Namun, yang saya tahu hanya beberapa, diantaranya: To the Bone, Flying Solo, Kenangan Manis, One Only, I love You But I’m Letting Go, Risalah Hati Cover, Pupus Cover. Sisa lagu yang tidak saya mengerti adalah lagu-lagunya yang baru-baru ini rilis. Kerennya orang-orang, mereka bisa full menyanyi dari awal hingga akhir.

(Dok. Pribadi)

Setalah banyak lagu yang dinyanyikan oleh Mas Pam, kini giliran Mas Tulus yang dibuka dengan lagu Ruang Sendiri. Sebagai penggemar lagu Tulus di era 2015-2019, saya dengan dengan performnya malam itu. Karena lagu-lagu yang dibawakan adalah lagu-lagu lama yang saya hafal hahaha. Tulus juga membawakan lagu sekitar 10an, diantaranya: Jangan Cintai Aku Apa Adanya, Labirin, Adu Rayu, Teman Hidup, Monokrom, Kelana, Tujuh Belas, Hati-Hati di Jalan.

(Dok. Pribadi)

Overall, penampilan Mas Pam dan Tulus benar-benar pecah malam itu. semua penonton bisa menikmati dengan nyaman dan tertib. Kemudian wujud stage yang modern dengan sedikit tambahan desain kedaerahan menurut saya juga kreatif dan pantas untuk dijadikan bahan publikasi di media sosial.  

Pengalaman pertama saya nonton konser ratingnya mungkin 7.8/10. Hal-hal yang tidak menyenangkan akan jadi bahan evaluasi jika saya punya hajat nonton lagi. Next mungkin nonton, Juicy Luicy? Semoga ada kesempatan.

Terima kasih yang sudah membaca sampai akhir. Kiranya memang ini hanya sebuah cerita yang mungkin ringan tidak ada insightnya bagi teman-teman, tapi harapnya tulisan ini tetap bisa menghibur hehe just for fun!


 


A: Aku habis nonton Ngeri-Ngeri Sedap loh

B: Oh iya? Nonton apa?

A: Ngeri-Ngeri Sedap!

B: Oh judul filmnya Ngeri-Ngeri Sedap?

A: Lah iyaaa, emang itu dari tadi!

Setengah tahun berjalan, saya baru sadar ternyata baru sekali saya menonton film di bioskop tahun ini. Tau filmnya apa? Makmum 2 (yang sebenarnya saya sampai detik ini pun belum nonton film Makmum yang pertama).  Kemudian, bulan lalu saya berencana untuk nonton film di bioskop untuk kedua kalinya. Saya ingin nonton film Gara-Gara Warisan karena ulasan dari orang-orang cukup positif, dan sebelumnya juga saya sudah menonton trailernya (bagi saya, trailernya menarik juga). Cukup lama saya memutuskan kapan waktu yang tepat untuk nonton, akhirnya saat saya melihat jadwal penayangan di bioskop, film Gara-Gara Warisan sudah turun dari layar :) disitu saya benar-benar menyesal dan sedih. Sampai sekarang masih pengen nonton, harapnya suatu saat film itu ditayangkan di platform streaming supaya saya masih punya kesempatan mengobati rasa penasaran ini :’)

Setelah film Gara-Gara Warisan, saya masih punya rencana satu film yang ingin saya tonton. Tidak ingin menyesal yang kedua kalinya, saat filmnya rilis saya langsung mencari review dari orang-orang yang sudah menonton. Ulasannya bagus, nyaris tanpa cela. Tapi saya cukup khawatir, film ini punya latar belakang suatu suku yang notabene suku tersebut menjadi minoritas di kota saya. “Apakah akan tetap banyak peminatnya?”, pikir saya. Saya takut ketika minim peminat, filmnya jadi sangat sedikit jadwal penayangannya. Benar saja, hari keempat film ini tayang, dari 4 bioskop yang ada, tinggal satu saja yang konsisten menayangkan. Saya makin yakin bahwa film ini “kurang masuk” untuk masyarakat sini. Karena alasan itu dan saya tidak ingin menyesal untuk kedua kalinya, saya sudah tekad bulat di hari kelima penayangan, saya tonton film ini. “NGERI-NGERISEDAP”

(*Eh taunya pas masuk studio, lumayan rame juga. Padahal itu weekdays. Dan ternyata di hari-hari selanjutnya, makin banyak jadwal tayangnya. Entah ini karena faktor apa)

 

SINOPSIS

Di tepi Danau Toba, tinggalah sebuah keluarga Batak. Pak Domu (Arswendy Beningswara Nasution), Mak Domu (Tika Panggabean) dan keempat anaknya. Tiga anak laki-lakinya merantau, sedangkan satu anak perempuannya menetap bersama bapak dan ibunya. Empat anak ini punya pertentangan batin dengan ayahnya, Pak Domu. Anak pertama, Domu (Boris Bokir), seorang pegawai BUMN yang merantau ke Bandung dan telah menaruh hati pada gadis Sunda. Anak kedua, Sarma (Gita Bhebhita), anak perempuan satu-satunya yang mengubur cita-citanya dan lebih memilih menjadi seorang PNS supaya bisa menemani Pak Domu dan Mak Domu. Ia juga menjadi penyambung lidah antara orang tuanya dengan saudara-saudara laki-lakinya. Anak ketiga, Gabe (Lolox), sarjana hukum yang pergi merantau ke ibu kota menjadi seorang komedian. Anak keempat, Sahat (Indra Jegel), lulus sarjana ia lebih memilih untuk menemani Pak Pomo yang sudah sebatang kara di sebuah desa di kota Jogja.

(Dok. Youtube Imajinari)

Menurut Pak Domu, keputusan ketiga anaknya untuk merantau sudah bertentangan dengan adat-tradisi suku Batak. Ketegangan antara Pak Domu dan ketiga anak laki-lakinya yang tidak kunjung mereda membuat mereka makin enggan pulang ke kampung halaman. Di sisi lain, Mak Domu sangat merindukan ketiga jagoannya dan mengharapkan mereka pulang. Dari sini, munculah ide ekstrim dari Pak Domu. Pikirnya, ketiga anaknya akan pulang saat mendengar berita orang tuanya akan cerai. Drama berpura-pura ceraipun disiapkan oleh Pak Domu dan Mak Domu. Upaya mereka berhasil, ketiga anaknya akhirnya pulang untuk berusaha menyelesaikan masalah orang tuanya. Kelanjutannya bagaimana? Tonton filmnya!

(Dok. Youtube Imajinari)

REVIEW PRA-PASCA FILMNYA

Film yang tayang perdana di seluruh bioskop Indonesia pada 2 Juni 2022 ini, sudah mengumpulkan total 2.505.835 penonton (per tanggal 30 Juni 2022). Belum genap sebulan loh, capaian yang luar biasa! Akhir-akhir ini jika bertemu orang, saya selalu merekomendasikan untuk nonton film ini. Karena memang se-epic itu untuk ditonton. Bahkan saya berani bilang kalo teman-teman tidak akan rugi membeli tiketnya, tidak akan rugi 114 menit di hidup kalian untuk nonton film ini, se-worth it itu memang!

Usut punya usut, di balik seluruh capaian ini, ada ide konsep luar biasa yang dibuat sejak 8 tahun yang lalu oleh Bene Dion Rajagukguk. Yap, beliau adalah penulis skenario sekaligus sutradara dari film Ngeri-Ngeri Sedap. Pengalaman menulis skenario Warkop DKI Reborn Part 1 serta telah menyutradarai Ghost Writer meyakinkan Bang Bene (sapaan biar makin akrab ya) untuk segera menggarap film dari cerita yang sudah ia buat. Film ini adalah karya idealis dari seorang Bene Dion. Tentu mewujudkan suatu cerita versi idealis (yang mana hasilnya akan subjektif) untuk dijadikan sebuah film, pasti tidak mudah. Tapi disini, Bene Dion sangat pandai dalam memilih crew yang akan diajak bekerjasama. Saya menilai, seluruh crew mau turut berusaha untuk menyelaraskan dan mewujudkan cita-cita Bene Dion supaya bisa menjadi karya yang keren dan diterima oleh penonton. Hal ini patut kita apresiasi! Dari tadi sepertinya saya memuji film ini tanpa memberikan rasionalisasi ya. Oke waktunya memberikan “7 Alasan Kenapa Film ini Patut Diapresiasi!

1.  Terkesan Bataksentris, tapi ternyata...

Ternyata tidak se-batak yang dibayangkan. Tetapi, memang harus diakui bahwa budaya suku batak menjadi bungkus dari film ini. Dari latar tempat, soundtrack, logat yang digunakan oleh para pemain, semua itu dilapisi oleh nuansa batak. Namun, isinya, esensi dari film ini, tidak hanya orang batak saja yang bisa menikmatinya. Seluruh lapisan masyarakat, mau ras atau suku apapun tetap bisa menikmati film ini. Bahkan mungkin saja setelah nonton, teman-teman yang non-batak malah tertarik dengan kekhasan dari suku batak yang disuguhkan.

(Dok. Youtube Imajinari)

2.  Cerita yang relate

Menurut saya, cerita yang dibangun adalah elemen yang paling kuat diantara faktor lainnya. Bang Bene berhasil menciptakan cerita yang lekat dengan masyarakat kita. Merantau bukan hanya menjadi kebiasaan dari suku batak kan? Konflik batin dengan ayah bukan hanya dialami orang yang bersuku batak saja kan? Hal yang relate dengan semua orang ini lah yang membuat ceritanya makin kuat dan membangun emosi para penonton.

3.  Sinematografi yang ciamik

Film ini benar-benar menampilkan sinematografi yang memanjakan mata. Selama 114 menit mata saya tidak jemu memandang layar. Sudut pengambilan gambarnya selalu pas, proporsional, tidak ada yang mengganjal di batin gitu loh. Kontras warnanya (apa ya istilahnya kalo di dunia perfilman hahaha) juga tidak membuat saya harus minum jus wortel tiap hari (tidak merusak mata). Bagi saya yang awam dengan istilah-istilah dalam teknik pembuatan film, FILM INI UDAH KEREN PAKE BANGET LAH!

(Dok. Youtube Imajinari)

4.  Drama dan komedinya nyata

Nyata, realistis, dan tidak dibuat-buat. Sepanjang film, penonton akan dibuat menangis dan tertawa silih berganti. Bener-bener emosi di jiwa ini naik-turun, dah macam naik roller coaster saja. Geram dan kesalnya dapet, haru dan sedihnya ada, jenaka dan lucunya pun pecah. Drama yang dibangun tidak mengada-ada atau terkesan berlebihan. Jokes yang diciptakan juga tidak mubadzir alias tepat guna alias sudah pada tempat dan waktunya. Menurut saya, Bang Bene berhasil untuk memisahkan segmen drama yang menjadi esensi dari cerita dengan komedi sebagai bumbu supaya penonton tidak merasa bosan. Bang Bene tegas sekali dalam membuat alur ceritanya. Pemisahan segmen ini yang menurut saya bikin film ini makin hidup dan realistis.

5.  Seluruh pemeran punya watak yang kuat

Jika melihat nama pemeran keempat anak Pak Domu, tentu yang ada di pikiran kita “Wah, pemainnya pada komika, dah pasti kocak nih film.” Kamu kurang tepat, Ferguzo. Di film ini 4 anak Pak Domu punya problem masing-masing yang perlu dicari solusinya. Problemnya serius we, tidak nampak seperti fiktif belaka. Dan saya rasa, jika malah bagian jokes-nya yang dominan akan sangat mengubah pesan yang ingin disampaikan dalam film ini. Karena memang Bang Bene ingin membawa sebuah pesan (bukan hanya sebagai hiburan), maka disini beliau menguatkan seluruh karakter dari para pemeran. Tujuannya ya itu tadi, mencari solusi atas permasalahan dari masing-masing karakter. (PERINGATAN: BAWA TISSUE YA KE DALAM STUDIO, PASTI BAKAL BERMANFAAT KOK TISSUENYA HUHU)

6.  Elemen pendukung sangat hidup

Elemen pendukung yang saya maksud seperti pemilihan latar tempat dan soundtrack ataupun backsound yang digunakan sepanjang film. Shoot film ini utamanya berada di rumah yang letaknya di tepi Danau Toba. Ini saja sudah sangat ikonik dengan suku batak ya kan? Kedua, di Bukit Holbung Samosir. Ada scene keluarga Pak Domu lagi healing di tempat ini. Lagi-lagi, pengambilan gambarnya patut dipuji. Saya jadi pengen banget kesana! Ada pun scene di Pasar Balerong Balige. Di scene ini memperlihatkan juga bagaimana aktivitas transaksi jual-beli disana. Untuk backsound, yang paling menyentuh hati dan bikin nangis sesenggukan adalah lagu Uju Ningolungkon-Viky Sianipar ft Lopez Sitanggang. Oh iya, ada lagi loh lagu yang menjadi daya tarik dari film ini. Lagu ini dinyanyikan saat scene bapak-bapak yang berkumpul di lapo pada malam hari. Tau lagunya? AGAK LAEN! Ini scene yang bikin happy dan jadi ngikut nyanyi sih, soalnya kan enak kali gitu lagunya!

(Dok. Youtube Imajinari)

7.  Pesan moral yang berlimpah

Jika teman-teman sudah menonton filmnya, tentu alasan yang satu ini tidak perlu ditanyakan. Banyak sekali pesan yang menurut saya, mengajak para penonton untuk lebih bijak dan berpikir dewasa terhadap apa yang sedang kita jalani. Peran apapun itu yang kita emban. Entah sedang menjadi ayah, ibu, anak, kakak pertama, anak tengah, anak terakhir, ataupun anak tunggal sekalipun. Semua bisa ambil moral value tergantung dari sisi mana kita menerima pesan tersebut. Yang lagi mencari konten tentang parenting (hubungan ayah dengan anak, do and don’t saat menjadi seorang ayah, anak sebagai investasi orang tua), nah tepat banget sih kalo mau menggali lebih jauh film ini haha. Atau, yang lagi cari konten self development dan yang berkaitan dengan psikologi, saya rasa banyakk banget yang bisa dijadikan konten.

Nah, sepertinya 7 alasan tadi sudah cukup menguatkan dan meyakinkan buat klen nonton film Ngeri-Ngeri Sedap ya. Kata Bang Bene, masih ada waktu sebelum filmnya turun layar (5 Juli 2022). HARUS NONTON KLEN YA GUYS YA! Satu pujian terakhir di bagian ending, film ini memang betul agak laen! Agak laen versi saya adalah memang betul film ini istimewa, punya taste yang unik, lain daripada yang lain.

Oke terakhir nih, saya mau mengucapkan mauliate godang Bang Bene dan all crew Ngeri-Ngeri Sedap atas persembahan film briliannya ini. Saya berharap, ke depannya Indonesia punya banyak sineas yang bertalenta dan memproduksi film-film luar biasa lainnya. Salam Hormas!

Powered by Blogger.