Banyak momen yang terlewat di tahun ini. Mungkin ini bukan aku saja yang merasa. Banyak dukanya, keluhnya, letihnya. Ya, kita merasakan hal yang sama. Ada pula yang berjuang mati-matian untuk menggapai inginnya, kemudian bahagia mendapat kesenangannya. Ini yang indah, yang tentunya dinanti oleh semua orang, “Harap yang menjadi nyata, kebahagiaan”. 

Januari, aktivitas masih berjalan seperti biasa. Sudah ada berita virus baru sedang tersebar di Wuhan-China. Asumsi tanpa berdasar, “Ah, gamungkin nyampe Indonesia. Palingan juga sebulan kelar disana.” Jujur sempat berpikir seperti itu. Masih jalan-jalan keluar kota, ketemu sama temen-temen, magang, nyusun kegiatan organisasi untuk satu tahun ke depan, dan masih banyak lagi hal menyenangkan yang dilakukan.

Di penghujung tahun ini, aku sempatkan bercerita tentang kisahku di tahun angka cantik ini (angka kembar=angka cantik). Oke, mari kita mulai dari cerita masa studi. Bagi mahasiswa angkatan 2017, tahun ini udah pasti dilabel sebagai mahasiswa tingkat akhir, dimana sudah punya 3 adek tingkat dan sedang maraknya muncul pertanyaan dari orang lain, “Kapan lulus?”. Pertanyaan yang tentu akan kita jawab dengan jawaban klasik versi kita masing-masing. Saat masih semester muda dulu (hiliih), yang ada di bayanganku saat menjadi mahasiswa tingkat akhir, kita akan menghadapi KKN dan skripsi. Seperti yang kita ketahui bersama, dari bulan Maret sampe sekarang pandemi Covid-19 belum berakhir. New normal membuat beberapa aktivitas kita butuh penyesuaian dengan kondisi. Wajib pakai masker, rajin mencuci tangan, jaga jarak, tidak berkumpul di keramaian, dan masih banyak anjuran lainnya.

Kegiatan di kampus juga dirubah sistemnya menjadi daring. Seminar berganti webinar. Zoom dan google meet menjadi sahabat mahasiswa tiap harinya. Pun ini juga berdampak pada sistem KKN dan skripsi bagi mahasiswa tingkat akhir. Daring semoaaa. Semula ekspektasi KKN akan hidup bersama teman-teman baru dari berbagai fakultas, di tempat terpencil, saling sambat dan bekerjasama menyusun program kerja buat desa. Ehh taunya berubah menjadi KKN mandiri di desa sendiri secara daring. Di rumah, depan laptop, dan pertanggungjawaban secara individu. Ini terjadi di bulan Juli-Agustus. Bener-bener pengalaman hectic. Yang harusnya program kerja digarap 10 orang, KKN kemarin hanya dikerjakan sendirian. Yaa walaupun konsepnya memang sudah berubah. Konsep yang dirancang pusat adalah konsep yang terbaik, yakini itu :D Dari KKN daring aku belajar, edit video itu susah wkwk. Jadi kalo jasa dari videographer dipatok harga cukup tinggi, wajar.. emang susah bund.

Satu hal yang terlewat, semester enam harusnya ada tiga mata kuliah praktik persidangan yang konon katanya, dapat membuat mahasiswa hukum sibuk, bingung membagi waktu, makan tak tentu, tidur tak teratur, memecahkan kasus posisi, nyusun berkas hingga larut malam, gladi untuk sidang semunya, pusing bukan main. Tapi karena pandemi, semua hal itu tidak terjadi. Sungguh malang nasib saya dan teman-teman karena tidak mendapat semua pengalaman berharga itu. Kami diharuskan untuk belajar sendiri untuk ilmu tersebut. Namun, syukurnya berujung pada penghargaan semester dengan indeks prestasi terbaik jatuh kepada “semester enam”, yeay. Presensi rajin, depan laptop tiap hari, ujian tulis, gadapet ilmu, itulah gambaran mahasiswa di saat pandemi Covid-19.

Memasuki semester tujuh, makin kentara lagi bahwa aku ini mahasiswa tingkat akhir. Sudah tidak ambil mata kuliah, yang ada hanya mempersiapkan tugas akhir yang bernama skripsweet. Makin mudah overthinking saat ditanya “Kapan sempro?” “Kapan sidang?” “Kapan lulus?”. Balas dengan senyuman aja. Temen-temen pasti udah berjuang yang terbaik, yakin banget. Memang perlu proses panjang dan sabar yang ekstra. Buat pejuang skripsweet, semangat. Semoga selalu dilancarkan dan dimudahkan segala urusannya! Problema skripsweet skip dulu ahh.

Oke selanjutnya ini cerita tentang kekhawatiranku terhadap virus jahat yang lagi viral sepanjang tahun ini. Sejujurnya, aku termasuk orang yang khawatir sangat sama virus ini. Bener-bener berkurang drastis intensitas ketemu banyak orang di tahun ini. Apalagi setelah lingkaran terdekat yang tertimpa musibah. Pengalaman ini juga yang bikin aku bener-bener mengurangi intensitas keluar.

Seluruh kegiatan memang tidak bisa dilakukan sepenuhnya di rumah. Mangkanya ada gagasan new normal, kegiatan seperti biasanya namun yang membedakan adalah kita harus bisa menyesuaikan dengan kondisi sekarang. Nggak keluar sama sekali dari rumah bukan hal yang baik sepenuhnya. Kita pasti perlu keluar rumah. Ada hal “penting” versi kita masing-masing untuk memutuskan pergi keluar rumah. Ada yang menganggap bertemu dengan teman atau keluarga besar itu hal penting, ke pasar ke mall itu penting, hadir kajian itu penting, nongki di luar itu penting, liburan melepas penat itu penting, dan masih banyak lagi. Ini tergantung keputusan dari diri kita masing-masing yang memandang suatu hal adalah hal “penting”. Nggak ada yang salah, standar kepentingan tiap orang memang berbeda, dan kita perlu saling memahami dan menghagai akan keputusan itu.

Ada satu hal lagi yang bikin aku pribadi memilih buat “Kalo gak penting-penting amat –versiku-, di rumah aja” adalah cerita dari Kak Ayu Kartika Dewi yang dinyatakan positif Covid-19. Padahal sejauh aku ngikutin instagramnya, Kak Ayu adalah orang yang patuh banget berdiam diri di rumah. Sampai pada akhirnya di penghujung tahun ini beliau ada kepentingan untuk keluar kota, dan entah bagaimana virus itu ada pada badannya. Cerita, tips, dan trick menarik selebihnya dapat teman-teman lihat di feed instagramnya @ayukartikadewi

Oke cerita virus jahatnya dicukupkan. Setiap manusia berkurang usianya tiap tahun. Rezeki, maut, dan jodoh sudah Allah tetapkan jauh hari sebelum kita dilahirkan. Tahun ini, ada beberapa teman yang sudah menggenapkan separuh agamanya. Turut senang, semoga teman-teman bisa membangun keluarga yang sakinah mawadah wa rahmah, aamiin. Bertemu jodoh dan maut bisa saja sangat dekat dengan kita bahkan bisa terjadi secara berdekatan, Namun, ada sedikit cerita pilu juga berkaitan dengan jodoh dan maut. Dari sosok yang membuat diri ini takzim karena perangainya. Tanggal 19 September ia menggenapkan separuh agamanya dengan menikahi perempuan yang disayanginya. Kemudian tanggal 7 November tiada yang menduga, Allah sangat sayang padanya dan ingin lebih dekat dengannya. Ialah Mas Rustam, alumni pengajar muda yang kukenal baru beberapa bulan. Kabar ketiadaannya membuat hati sangat berduka dan merasa kehilangan. Mas Rustam adalah sosok gambaran lelaki yang bijak, sholeh, dan inspiratif. Feed media sosialnya sangat bermanfaat untuk pengikut yang membacanya. Mungkin bukan aku saja yang menilai demikian. Bahkan keluarga, istri, dan teman-teman dekatnya pasti menilai lebih dari sekadar itu. Sedikit cerita awal mula saya kenal dengan Mas Rustam dapat dilihat di sini. Mohon doanya dari teman-teman yang membaca, semoga beliau tenang di sisi-Nya dan ditempatkan di derajat yang mulia, aamiin.

Tahun ini di tanggal 16 Desember, tidak terasa usia sudah mencapai 22 tahun. Nggak kerasa, kerasanya masih kek 18 tahun :’) Memasuki masa quarter life crisis kata orang-orang. 22 tahun, masih banyak hal yang belum dicoba. Masih sedikit pengalaman yang dilalui. Jadi bahan muhasabah diri untuk tahun-tahun berikutnya.

Oh iya, satu hal yang ingin kujadikan pengingat untuk diriku (dan mungkin dirimu juga) di 2021 bahkan untuk tahun-tahun selanjutnya juga, “Garis start dan finish tiap orang beda-beda ya. Jangan sering bandingin pencapaianmu dengan orang lain. Yuk fokus sama proses diri sendiri. Kasian jika dirimu ini dipaksa buat mencapai garis finish orang lain, garis startnya aja berbeda. Yuk semangat! Kurangin overthinking jugaa”

Inilah ceritaku di tahun 2020, hanya merasa ada bulan Januari, Agustus, dan Desember. Terima kasih tahun 2020, banyak pengalaman yang bisa diambil. Mari kita jadikan bahan pendewasaan diri. Mari kita persiapkan bekal untuk tahun 2021. Jangan menyesali apa yang sudah terjadi, karena akan sama halnya dengan mengharap bunga layu yang kembali merekah.

Yuk sama-sama berdoa, semoga kita sehat selalu, tetap jaga protokol kesehatan dimana pun kalian berada ya!





Nggak terasa udah sekitar tiga bulan di rumah aja. Temen-temen mungkin udah mulai bosan ya. Sama guys, aku juga. Produktif nggak? Aku sih... nggak tau, produktif nugas mungkin iya haha.

Kalian ngerasa nggak sih kalo teman sejati kita sekarang itu adalah laptop dan HP. Tanpa mereka sehari, aktivitas berasa hampa banget dan kek ada yang kurang. Mau presensi, kuliah daring, rapat organisasi, webinar, nugas, bikin konten tiktok semua pasti melibatkan laptop dan HP. Sibuk banget ya kita tiap hari?

Gara-gara itu tuh, aku jadi melupakan sesuatu. TIGA BULAN lamanya ternyata aku dah tidak ngonten disini. Ya ampun lama bat ya wkwk. Bulan Ramadhan kemarin juga nggak nulis sama sekali. Aku benar-benar dipalingkan oleh tugas-tugas😂 Nggak, nggak.. Nggak gitu juga sih.  

Di kesempatan kali ini kita akan ngereview buku! Konten baru nih, karena rupanya menarik sih. Selama pandemi, ada beberapa buku yang udah kubaca dan sepertinya perlu juga untuk dibagikan pesan moralnya ke temen-temen. Dan buat aku sendiri, ini tantangan baru karena nggak pernah review buku sebelumnya. Eh pernah sih, dulu waktu SMP buat nilai praktek😊

Oke, buku pertama yang akan kita review judulnya “Gagal Jangan Bikin Ambyar”, penulisnya adalah 30 penulis artikel terpilih dari lomba menulis artikel yang diadakan oleh @temannulis.id Nah mau cerita sedikit ya, jadi qadarullah alhamdulillah Amalia Zulfa masuk dalam 30 nama penulis terpilih itu dengan judul “Lima Ketakutan yang Dikhawatirkan Oleh Anak Muda Berusia 21 Tahun”. Buku ini merupakan buku antologi yang diterbitkan oleh PT. Panca Mandiri Langit-Teman Nulis.

Ada hal menarik nih kenapa kok diri ini mendapat ilham untuk nulis dengan judul di atas hehe. Artikel tersebut ditulis saat liburan awal tahun kemarin. Waktu libur kuliah tentu dong kita menyempatkan silaturrahmi sama temen-temen kita. Dan dari silaturrahmi itulah aku mendapat banyak sudut pandang dari temen-temen. Obrolan menginjak usia 20 tahun ternyata mulai pelik dan cukup visioner ya. Aku jadi paham kenapa kok mas-mbak yang lebih senior kalo lagi nongki lama bat. Ternyata obrolannya ‘menarik dan dalam’, katanya usia dan masa-masa seperti ini adalah masa quarter life crisis. Lingkar pertmenanan mulai mengecil, mulai merasakan jatuh bangunnya hidup. Iya, kehidupan sesungguhnya.

Nah, di kondisi yang sedang mode on untuk menulis kali ini, aku mau berterima kasih kepada temen-temen yang saat liburan kemarin sudah mau berbagi cerita dan sudut pandang menarik. Tanpa kalian, artikel itu juga nggak akan ketulis :’) Setelah keadaan membaik, semoga masih diberi kesempatan bersua lagi dengan klen dan tentunya mendengar cerita-cerita klen yang lebih menarik ya guys!

Setelah haru-haru, mari kita mulai reviewnya! Buku ini sampulnya berwarna hitam dengan ada tulisan judul : “GAGAL JANGAN BIKIN AMBYAR!” berwarna kuning dan ada ilustrasi gambar setengah badan seseorang yang kepalanya itu berbentuk benang ruwet wkwk, ini kreatif dan filosofis banget sih menurutku. Sesuai dan cocok dengan judulnya. Selain itu, di sampul bagian depan juga ada logo penerbit (Teman Nulis)dan nama-nama penulisnya. Di sampul belakangnya terdapat sinopsis dari buku ini, dan oh ya sudah ada label ISBNnya juga.

Oke selanjutnya. Buku ini terdiri dari 156 halaman. Runtutan bagian dalemnya ada halaman sampul depan, daftar isi, kata pengantar, artikel-artikel terpilih, dan biodata para penulis. Next isinya. Terus terang waktu baca pertama kali, aku nggak baca dari halaman awal. Aku mulai baca dari halaman akhirnya, dari biodata para penulisnya dulu. Karena penasaran banget sih sama latar belakang dari temen-temen penulis lainnya. Dan setelah baca, waw agak sedikit insekyur :’) dari berbagai kalangan usia dan latar belakang yang beragam. Ada yang ibu rumah tangga, mahasiswa luar negeri, pelajar, content writer, jurnalis, freelancer, dan latar belakang lainnya.

Artikel-artikel yang ditulis kebanyakan berasal dari pengalaman pribadi mereka saat mengalami kegagalan, bagaimana cara mereka bangkit dari kegagalan, tips dan trick menerima kegagalan. Ya, intinya seputar itu. Namun, dalam buku ini highlight yang udah aku sebutin itu dapat dikemas dengan apik dan sistematis. Kompleks banget isinya dan kek saling berkesinambungan gitu.

Cerita-cerita yang udah kubaca di buku ini membuat diriku pribadi sadar, “Oh ternyata kita nggak pernah berjuang sendirian. Banyak temen-temen di luar sana yang juga sedang berjuang dengan keras meraih citanya. Dan mereka nggak kenal kata kalah. Gagal ya coba lagi”. Ini sedikit pesan moral yang bisa diambil.

Serius, aku sangat takzim dengan cerita-cerita di dalam buku ini. Banyak belajar pengalaman yang mereka bagi dan punya nilai semangat juang gitu. Aku jadi lebih banyak tau bagaimana cara menghadapi kegagalan dengan cara yang elegan dan bijaksana. Selalu melibatkan Allah dimanapun dan kapanpun dengan kondisi bagaimana pun. Nggak bohong, cerita mereka keren-keren. Satu artikel aja yang kalian baca, dapat kupastikan kalian pasti bisa ambil pesan moralnya. Aku nggak nemu artikel yang mengecewakan dalam buku ini. Semuanya bikin aku geleng-geleng kepala. Heran, kenapa bisa mereka keren dalam mengemas tulisan dan tentu isinya sarat akan pengalaman yang hebat?

Saat aku baca, aku ngerasa seperti mendengarkan suara dari penulisnya langsung. Dekat, hangat, dan kek jadi temen diskusi. Gaya bahasa dari tiap penulisnya memang beda-beda. Tapi nggak tau gimana, ada aura dan vibes yang sama yang membuat gaya tulisan mereka ini seakan-akan bener-bener nyata bukan hanya bentuk tulisan, namun sedang berbicara. Ngobrol santai aja gitu di kuping. Padahal ya aslinya mah dari akunya sendiri ya.

Mungkin temen-temen yang ‘kuat baca’ bisa menghabiskan buku ini dalam sehari, atau bahkan beberapa jam saja. Karena ya emang semenarik itu dan memotivasi banget ini artikel-artikelnya sampe pengen baca terus nggak pake jeda.

Oh iya, harga bukunya sendiri 55.000 guys dengan cara pro-order dari pihak penerbitnya. Terjangkau untuk buku dengan isi yang banyak banget pelajaran dan faedahnya.  Terakhir, salam hormat untuk temen-temen penulis dalam antologi buku ini. Terima kasih sudah sedikit banyak memberi pelajaran dan sudah mau berbagi pengalaman. Bukan hanya itu saja, tanpa mereka aku nggak akan ngerti gimana proses penerbitan buku dan MoU yang dibuat antara penulis dan penerbit. Dari cerita-cerita mereka, aku jadi berpikir “Ternyata menarik juga saat pengalaman kita diabadikan dalam bentuk tulisan. Mungkin sekarang akan terasa biasa saja. Tapi, 10 tahun mendatang kita membaca tulisan itu, mungkin kita akan tersenyum dan berkata ‘oh, ternyata aku pernah mengalami atau pernah di fase itu’, menarik nggak sih?”

Dah ah mau tidur, ditulis dan diunggah dini hari banget.



Akhir-akhir ini #dirumahaja menjadi trending di berbagai media sosial. Tagar ini muncul bermula dari pidato Pak Jokowi (beberapa hari yang lalu) yang menanggapi pandemi virus corona.

Tagar “di rumah aja” memang banyak sekali yang mendengungkan di dunia maya. Tetapi, bagaimana aplikasinya di dunia nyata? Surat edaran baik dari pusat mau pun daerah terkait libur 14 hari karena KLB (Kejadian Luar Biasa) terhadap virus corona telah banyak beredar dari beberapa hari yang lalu. Kebijakan ini diambil dengan tujuan untuk mengurangi aktivitas masyarakat di luar rumah. Dengan begitu, kita sendiri dapat menekan penyebaran virus corona ini.

Bagaimana Implementasinya? Masih banyak nih yang memilih tidak tinggal di rumah. Keluyuran ke mall, nonton film, liburan ke tempat wisata, dan lain sebagainya. Bagi teman-teman yang merasa nih, jangan dilakukan lagi ya. Diem di rumah dulu yuk. Tahan dulu kemauan ingin hedonnya haha. Ada untungnya loh kalo diem di rumah. Uang jajan kalian nggak akan berkurang, bisa nabung deh.

Kebijakan 14 hari di rumah aja pun juga diterapkan di sektor pendidikan. Sekolah-sekolah dari tingkat rendah hingga perguruan tinggi menghimbau pada anak didiknya untuk “Belajar di Rumah”. Ingat, belajar di rumah bukan liburan ya.

Mayoritas perguruan tinggi kini menerapkan kuliah daring. Jadi, mahasiswa dengan dosen interaksinya melalui sistem online, dosen mengajar tapi tidak tatap muka. Atau hanya mengunggah materi di web lalu memberi tugas yang cukup banyak wkwkwk.

Tidak kuliah dan sedang di rumah bukan berarti libur. Gabut banget? Nggak tahu mau ngapain di rumah? Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan di rumah biar kita tetap produktif nih, simak ya!

1.  Kerjakan tugas dari dosen yang datangnya tak kenal waktu
Ada yang bulat tapi bukan bola, apa hayo? Yap!! Tekad dan kemauan wkwkwk. Tugas dari dosen yang bejibun itu ada baiknya setelah diberi tugasnya langsung dikerjakan. Cicil agar tidak menumpuk. Mudah saja diucapkan, namun susah diterapkan. Mindset di diri kita, “Kalo aku nggak ngerjain sekarang, kapan lagi?” Kita nggak tahu hari-hari berikutnya dosen-dosen pada ngasih tugas lagi atau nggak. Kerjain aja dulu yang ada deh.

Kuliah juga udah daring, di rumah nggak perlu ke kampus ya kan. Itu berarti sebenarnya ada waktu dalam keseharian kita yang aktiviasnya berubah. Tiap hari ke kampus, kuliah tatap muka sama dosen, terus sekarang nggak ngelakuin hal itu. Mau ngapain? Ya ngerjain tugasnya lah, edan po malah mlaku-mlaku nang lippo nonton film wkwk canda teman-teman.

2. Beres-beres biar bersih
Tiap hari di kampus, sibuk nugas, kerja kelompok, belum masih ada kegiatan perkumpulan, jadi nggak sempet beresin rumah. Ada? Banyak nih ya yang kayak gini haha. Kamar dibiarin berantakan, hingga ada yang ngomel “Kampus teross, kamar dah macam kapal pecah”, baru deh diberesin sama kita.

Nah sekarang, nggak ada alasan kamar berantakan gara-gara ke kampus. Kalian berhari-hari di rumah. Nggak ada alasan sibuk organisasi lagi. Bisa dong menyempatkan waktunya untuk beberes ya?

Beberes juga untuk menjaga kebersihan, agar ruangan enak dipandang, terhindar dari omelan juga kan. Ruangan yang kotor, berantakan, bisa saja mengundang kehadiran bakteri dan virus. Nggak ada yang tahu. Yuk beberes rumah kita.

3. Eksperimen di dapur
Akhir-akhir ini muncul di instastory atau status di whatsapp teman-teman yang isinya foto makanan. Terus ada keterangannya “made by me” “iseng di dapur”, dan keterangan lain yang menerangkan bahwa teman-teman lagi eksperimen gitu wkwk.

Searching resep di google, lihat cara-cara memasak di youtube, buka utas di twitter, dan masih banyak lagi cara-cara kita buat belajar masak. Eh tapi, satu hal yang terpenting jika mau masak-masak nih ya: ADA BAHANNYA. Kalo nggak ada bahannya, apa yg mau dimasak ya. Masak aja ngehalu, gimana sih wkwkwk

Eksperimen di dapur bisa banget bikin kita produktif walau di rumah aja. Selain itu, buat makanan di dapur juga bentuk survive kita kan, masak iya nggak makan seharian? Buat teman-teman yang ngerasa belum bisa memasak, mungkin ini momentumnya untuk belajar masak di rumah ya. Jangan sia-siakan waktu selagi sempat.

4. Olahraga ringan biar tetap sehat
Eksperimen di dapur, membuat kita juga makin sering icip-icip. Ketika icip-icip tidak diimbangi dengan rutin menggerakkan badan, maka yang ada adalah badan kita semakin melebar gara-gara icip-icip. Gamau kan begitu? Solusinya adalah berolahraga.

Riset mengatakan bahwa durasi optimal untuk melakukan olahraga adalah 45-60 menit serta dilakukan 3-4 kali dalam seminggu. Yang sibuk nggak ada waktu, sempatkan minimal 15 menit tiap harinya. Sesibuk-sibuknya kita, jangan lupa bergerak dan berkeringat. #dirumahaja jangan bikin kita mager dan tidak menyehatkan badan ya. Jangan bikin perut ini makin mbedundung gara-gara malas gerak

5. Lakukan “hal menyenangkan” versimu!
Banyak sekali hal yang menyenangkan yang bisa dilakukan di rumah. Bermain game, membaca buku, menulis, nonton drama korea, streaming all the day, dan masih banyak lagi. Hobi juga termasuk hal yang meyenanngkan, lakukan saja teman. Tapi, liat-liat juga sih kalo hobinya balapan motor, ya sama aja keluar rumah :’) Lakukan hobi yang bisa dilakukan di dalam rumah ya wkwkwk

Hal yang menyenangkan akan membuat kondisi psikis kita menjadi lebih baik. Dokter Tirta dalam podcastnya Dedy Corbuzier mengatakan bahwa dengan psikis yang baik akan membantu kita terhindar dari virus corona. Mengapa bisa? Psikis yang main ditemukan pada tubuh yang mempunyai imun yang baik pula. Si virus corona ini sebenarnya suka sama tubuh yang imunnya kurang baik.

Makan makanan yang sehat, olahraga teratur, dan istirahat yang cukup saja masih kurang untuk menjaga imun agar tetap baik. Lakukan hal yang menyenangkan juga bisa menunjang supaya imun kita terjaga. Yuk lakukan hal yang kita senangi! Tapi perlu diingat ya, jangan lupa dengan waktu, guys..

Itulah beberapa hal yang bisa kalian lakukan biar tetap produktif, walau di rumah aja. Ada banyak sih nggak terbatas pada 5 hal yang disebutkan di atas, suka-suka teman-teman mau melakukan apa deh. Bebas dahh bebass asal jangan males-malesan ajaa..

Teman-teman, diri ini tak henti-hentinya mengingatkan pada diri sendiri dan kalian semua, jangan remehkan virus corona ini. Selalu membaca berita terbaru perihal kondisi yang terjadi dan hindari berita hoax. Pilih portal atau website yang terpercaya ya untuk menyaring berita yang mau dibaca. Oh iya, selalu pantau juga tempat daerah kalian tinggal bagaimana statusnya, apakah “siaga darurat” atau “tanggap darurat”.

Masa-masa #dirumahaja mari dimanfaatkan dengan baik. Jika tidak ada kondisi memaksa, jangan keluar ya teman-teman. Tetap di rumah untuk mencegah penyebaran virusnya. Tetap jaga kesehatan dan selalu jaga kebersihan. Saling mengingatkan dan saling menjaga. Tetap waspada tapi tak perlu panik. Chill aja

Semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah, aamiiin...


Hallo semua! Berbeda dari artikel-artikel sebelumnya, kali ini aku mau mereview sebuah jajanan nih, namanya skrispi. Tolong yang udah semester tua bacanya jangan salah ya, skrispi bukan skripsi :’) coba pelan-pelan aja bacanya😁
Si skrispi ini adalah jajan olahan dengan bahan dasar pisang. Pisang crispy, iya pisang yang renyah hehe paansih. Beda dengan pisang goreng dan nugget pisang ya. Dan di bawah ini aku mau ngasih tau kenapa sih kalian harus nyobain si skrispi ini? Gausah lama-lama, langsung simak aja guys😉

Kenapa Sih Harus Nyobain Skrispi?
1.   Terbuat dari bahan dasar pilihan
Permah nggak sih lagi pengen beli jajan, udah berekspektasi tinggi tuh terus pas rasanya gak sesuai realita? Itu aku jamin, insyaAllah tidak akan kalian temui di skrispi ini. Pisang yang menjadi bahan dasar di sini rasanya tu manis, nggak keras, dan ndak sepet. Pokoknya bener-bener dipilih.
Dulu aku sempet beli olahan pisang gitu dan pisangnya itu sepet. Dari situ aku gamau beli jajan itu lagi. Tapi, skrispi ini beda guys. Sudah beberapa kali beli alhamdulillah pisangnya tidak pernah zonk.
2.  Harganya terjangkau
Nih aku kasih tau daftar harganya ke temen-temen semua ya. Udah lengkap beserta ragam menu topingnya juga.

Bisa dilihat sendiri kan harganya masih sangat sangat terjangkau. Masih harga mahasiswa. Lagi pengen beli tapi cuma pake menu utamanya aja, boleh. Pengen toping tambahan silakan. Jadi misal nih temen-temen mau order yang milo-oreo nih, berarti 10k+2k=12k. Gimana, terjangkau kan?
3.  Jajan praktis dan fleksibel
Tempatnya yang sederhana dan bisa dibawa kemana-mana jadiin skrispi ini jajanan yang praktis dan fleksibel. Packagingnya sendiri yang aku tau sih dari bahan kertas ya, ramah lingkungan. Salut untuk ownernya yang masih mempertimbangkan hal ini.
Terus lagi, skrispi ini mau dibawa kemana aja bisa. Gak terlalu makan tempat juga. Cocok nemenin kalian waktu lagi sumpek ngerjain tugas, ngumpul bareng keluarga dan temen-temen, diberikan ke orang yang spesial, dan lain-lain. Intinya si skrispi ini bisa jadi moodboster kalian dan orang sekitar deh.
4.  Free ongkir
Nah untuk nomor 4 nih, ada sedikit ketentuan tambahan huehehe. Free ongkir untuk wilayah Kampus Unej, STDI, dan Jember Kota, di luar dari wilayah yang disebutkan sebelumnya tetap akan dikenai biaya ya, tergantung dari sejauh mana tempat kalian berada. Dan aku sendiri alhamdulillah masih disebut dekat dengan salah satu wilayah yang tertera, jadi ya alhamdulillah tiap beli masih selalu free ongkir hehe.
FYI nih, berhubung salah satu ownernya ini asal Bondowoso, si skrispi ini juga bisa diorder di Bondowoso. Tapi aku kurang tau sih wilayah-wilayah yang free ongkirnya tuh sampe mana. Mungkin bisa langsung ditanyakan ke cp yang tertera yaa.
Satu lagi, kabar terbarunya, skrispi ini juga bisa diorder untuk temen-temen yang ada di wilayah Jogja karena salah satu ownernya juga ada yang kuliah di Jogja. Untuk wilayah free ongkirnya langsung tanya ke cp yang tertera yaa.
5.  Tidak ingkar waktu
Yang paling kuapresiasi adalah ini. Mau cerita sedikit ya. Jadi tiap kali order itu, readynya selalu sore. Dan yang antar ini selalu para ownernya. “InsyaAllah sore habis ashar, Mal.” Aku cukup paham rumah saya ini sebetulnya jauh dari jangkauan kota ya wkwkwk, jadi tentu diantarnya paling akhir.
Kalopun diantarnya sedikit telat dan membuat kita terlalu lama menunggu, ownernya selalu minta maaf dan terbuka mengatakan alasannya. Oh iya, para ownernya ini terbuka sekali dengan kritik dan saran loh. Jadi, mungkin kalian yang beli ngerasa kok ada yang kurang dari cita rasa si skrispi ini, kalian boleh mengkritik dan beri saran.



(sumber: foto pribadi)

Skrispi, Krispinya Tanpa Revisi
Serius, temen-temen harus nyobain sensasi rasanya sendiri. Kalo dari aku sendiri, ini cita rasanya aku banget sih. Udah cocok di indra perasaku wkwkwk. Selain rasanya, masaknya pun udah pas dan mateng, renyah pula crunchynya. Oh iya, si skrispi ini kan digoreng, perlu kalian ketahui juga minyaknya itu gabanyak. Jadi pas dibuka dari tempatnya itu ya kering nggak ada bekas minyaknya. Udah paling bener deh, tanpa revisi kelezatannya.

Aku udah pernah nyoba tiga varian, yaitu green tea-keju, milo-keju, banana-keju. Iya keju semua, karena terus terang aku sendiri kurang begitu suka yang berbau-bau cokelat. Tapi kalo susu cokelat sih suka apalagi gratis  

Juara satunya sejauh ini kuberikan kepada varian banana-keju. Dari dulu aku seneng banget sama aroma-aroma pisang gitu. Manis dan wangi baunya. Waktu pilih varian itu, sempat berpikir, “Manis dan wangi nggak nih ntar aromanya?” akhirnya kucoba pesen. Waktu pesenannya udah sampe, belum dibuka bungkusnya tapi aroma pisangnya udah kecium. Sesuai ekspektasi, manis dan wangi. Ntapp skrispi.

Oh iya, next time aku mau nyobain yang varian cokelat-cokelat gitu deh, ntar penasaran jadinya kalo belum pernah nyobain😄
                                  
Jadi, tunggu apalagi. Segera cobain sendiri sensasi rasanya. Sudah tidak perlu diragukan lagi kan? Yuk langsung follow dan berkunjung ke instagramnya, untuk wilayah Jember-Bondowoso @skrispi.jr dan untuk wilayah Jogja @skrispi.yk 

Kalian mau beli? Silakan langsung chat di salah satu nomer yang tertera di bawah ini ya.
Kak Dimas (082338532017) Jember
Kak Bram (082374214020) Bondowoso
Buat yang di Jogja, pantengin terus instagramnya. Tunggu adminnya buka PO yaa

Pilih menunya, pesan, lalu tunggu deh.

Pernah suatu ketika saya melihat video Pak Anies di youtube. Beliau berpesan bahwa mendidik adalah tanggung jawab dari setiap orang terdidik. Pesan itu dari dulu hingga kini masih terpatri di memori saya.

Sejak kecil saya bercita-cita menjadi seorang guru. Dalam pikiran saya, profesi ini adalah profesi paling mulia. Sedikit-banyak pola pemikiran dan karakter kita hingga sejauh ini pasti ada campur tangan dari guru-guru kita. Saya sendiri merasakannya. Mulai dari guru taman kanak-kanak hingga guru sekolah menengah. Ilmu dan nasehat mereka sebagian masih saya ingat.

Takdir berkata lain, sepertinya jalan menuju cita-cita saya tak direstui oleh orang tua saya. Pada akhirnya ridho orang tua saya jatuh pada fakultas hukum huehehe. Ndak papa, ingat sekali lagi pesan Pak Anies, mendidik menjadi tanggung jawab semua orang terdidik, terlepas bukan dari latar belakang bidang pendidikan dan mengajar. Kalau tidak bisa mengajar anak-anak orang, setidaknya kelak pasti mengajar anak-anak sendiri, gitu sih katanya wkwkwk bercanda maap.

Ngomong-ngomong tentang literasi, literasi itu bukan hanya sekadar membaca saja loh. Saya pernah membaca pada situs laman berita online, di situ dikatakan bahwa literasi maknanya sangat luas, tidak terbatas pada budaya membaca saja, melainkan juga menulis dan berbicara. Namun, memang diantara ketiganya (membaca, menulis, berbicara), membaca lah yang menjadi pondasinya. Jika ingin bisa menulis, mulailah dengan perbanyak membaca. Jika ingin pandai berbicara, mulailah dengan perbanyak membaca. Masuk akal bukan? Muaranya ada pada membaca.

Cerita saya kali ini nampaknya tidak hanya dari satu pokok bahasan. Ada dua pokok bahasan namun berkesinambungan. Jadi secara garis besar pokok bahasannya sebenarnya sudah tertera di judul ya, tapi gapapa saya perjelas lagi poinnya. Yang akan dibahas yakni charity dan budaya literasi.

Selanjutnya, mau ngeklaim dulu nih.. Cerita saya di bawah ini murni niatnya untuk berbagi cerita ya. Tidak ada unsur pamer, riya’, dan sebagainya. Semoga teman-teman bisa dengan bijaksana membacanya. Ambil positifnya, buang negatifnya. Selamat membaca! ^-^

Bulan April 2019 saya sempat mendapatkan musibah yakni HP saya hilang. Temen-temen deket saya pasti tahu kalo HP itu sebenarnya baru beli akhir bulan Desember 2018. Sudah hilang, mau bagaimana lagi. Dari situ saya intropeksi diri, apa ya yang salah dari saya. Seorang teman pernah berkata, “Mungkin sedekahmu kurang, mangkanya Allah menarik nikmat itu dari kamua, Mal”. Dari situ saya mulai merenung, astaghfirullah mungkin ada benarnya juga.

Tiba-tiba saya teringat pernah melihat poster seruan untuk donasi buku ke daerah Bima, Nusa Tenggara Barat dari salah satu following instagram (Mas Rustam saya memanggilnya). Sudah lama lihatnya, mungkin bulan November 2018. Tapi ya gitu, hanya terlintas sebentar di kepala saya tidak ada tindak lanjutnya. Mulanya seperti itu. Nah setelah saya “disentil” dengan teman saya, saya teringat kembali poster itu.

Membahas sedikit tentang donasi buku tadi, gerakan donasi buku ini diprakarsai oleh Gerakan Uma Lengge Mengajar (instagram: @uma.lengge_mengajar), dan inisiator dari gerakan ini ya Mas Rustam itu tadi yang saya bilang. Dari pandangan saya sendiri, gerakan ini ditujukan untuk meningkatkan budaya literasi anak-anak di sana. Teman-teman bisa cek di instagramnya langsung untuk mengetahui lebih dalam ya.

Saat liburan tengah semester tahun lalu, saya membulatkan tekad. “Mungkin ini bisa jadi satu langkah bagi saya untuk melihat adik-adik di sana tersenyum dengan membaca buku baru”, batin saya. Saya sisihkan uang saya sebagian untuk membeli buku-buku yang akan didonasikan. Saya ajak sepupu saya untuk membeli buku-buku yang kami rasa memang basic untuk anak-anak sekitar 4-10 tahun, mulai dari buku cerita, ensiklopedia anak-anak, atlas, kamus bahasa, buku iqra’, kisah nabi-rasul, dan sebagaiya.

Mulai dari persiapan membeli buku-bukunya, mengemas buku-bukunya supaya bisa dipaketkan, serta mengirimnya, saya dibantu oleh sepupu saya. Yang merasa jadi sepupu saya yang bernama Andini, terima kasih ya. Anda kadang ngeselin tapi jika saya butuh Anda selalu ada, sayang pol (idih)

Pengiriman paketnya saya pilih melalui Kantor Pos Indonesia. Yang ada di bayangkan saya, jarak Bima-Jember begitu jauh. Nampaknya akan lama proses pengiriman melalui jalur reguler. Estimasi dari si mbak yang melayani tuh sekitar tiga mingguan, batin saya ”Lama juga, tapi alhamdulillah tidak harus menunggu berbulan-bulan”. Tapi, nyatanya tidak se lama yang dibayangkan.

Empat hari setelah proses pengiriman dari Jember, saya konfirmasi ke Mas Rustam bahwa saya telah mengirimkan sedikit buku untuk adik-adik binaannya di Uma Lengge Mengajar. Paginya saya DM beliau, alhamdulillah sorenya sudah tiba di sana paketnya.



(sumber: instagram.com/uma.lengge_mengajar)

Besoknya saya dimentioned oleh akunnya Uma Lengge, berisi video dimana di dalamnya ada adik-adik dengan senyumnya yang begitu lebar di sebuah padang yang luas dan berkata, “Terima kasih Kak Lia..”. Saat itu, hati saya benar-benar sedang berbunga-bunga, tidak bisa berhenti tersenyum melihatnya. Sempat saya putar berkali-kali karena seneng bangettt. Saya kembali bersyukur karena kekuatan media sosial memang begitu terasa. Mendekatkan yang jauh. Kaki saya belum pernah melangkah ke Bima, NTB. Namun, dengan adanya media sosial saya masih diberi kesempatan untuk melihat semangat adik-adik di sana yang sangat membara.

Dari mentioned tersebut sempat juga saya berbalas pesan dengan adminnya. Dan intinya saya begitu salut dengan kakak-kakak volunteernya, bisa menyempatkan bermain bersama adik-adik di sana di sela-sela aktivitas kesibukan masing-masing. Semoga ke depannya Uma Lengge kegiatannya akan semakin bervariasi, dapat meningkatkan minat budaya literasi di Bima, serta bisa menginspirasi gerakan-gerakan di titik lainnya, aamiiin...

Apakah ceritanya sudah usai? Apakah ini sudah masuk ke kesimpulan? Ceritanya sudah usai namun belum menginjak kesimpulan hehe. Jadi, yang mau saya garis bawahi di sini adalah gerakan-gerakan seperti ini sebenarnya sudah ada dan mulai bermunculan serta jumlahnya juga tak lagi sedikit. Kita bisa melihat bahwa semangat juang dari pemuda-pemudi di Indonesia ini sangat tinggi untuk menghidupkan budaya literasi di negeri ini.

Tentunya kita semua tahu bahwa tingkat baca masyarakat Indonesia masih sangat minim. Ditambah lagi dengan masih banyaknya jumlah angka buta huruf. Jika sudah tahu demikian, lantas bagaimana? Menurut saya, mari mulai dengan diri kita sendiri. Tahap ini pun saya masih belajar. Membaca itu akan membuat wawasan kita semakin luas. Jika kitanya malas membaca, berarti kita juga menjadi penyebab rendahnya budaya literasi di negeri ini. Jangan sampai itu terjadi pada kita ya teman-teman.

Saya jadi berpikir, jika saya tidak peduli dengan kondisi yang seperti ini, saya egois sekali ya? Saya akan merasa sangat apatis dengan negeri ini. Saya mungkin belum bisa menjadi volunteer dari sebuah gerakan literasi. Maka dari itu, mungkin cara saya adalah dengan berbagi apa yang saya punya untuk adik-adik yang cita-cita dan harapannya setinggi langit.

Sedikit kembali ke cerita pembuka saya tadi. Amalia kecil adalah seorang anak yang cita-citanya ingin menjadi seorang guru. Dalam imajinasinya dulu, setiap hari ia akan bertemu dengan murid-muridnya dan bermain bersama-sama. Nyatanya cita-cita itu belum bisa terwujud. Bukannya gagal, tapi menyesal karena belum pernah mencoba. Dan dengan cara yang tadi tuh, sedikit mengobati rasa penyesalan itu. Terlibat langsung dan dapat melihat senyum adik-adik di Bima sana (ya walaupun dari jauh), hehe. Sekali lagi saya mau bilang, senang sekalii.

Alhamdulillah oleh Allah masih diingatkan untuk selalu berbuat kebaikan pada sesama. Mengukir senyum tiada tara. Senyum itu yang tak akan bisa dilupakan. Nah sekarang mau kasih sedikit testimoni nih ke teman-teman. Selain ada rasa bahagia tersendiri, entah mengapa muncul juga rasa lega. Lega akan hal apa? Saya juga tidak tahu. Tapi, kesedihan akan HP saya yang hilang itu lambat laun mulai memudar. Digantikan oleh Allah dengan keihlasan dan banyak hal yang membuat saya senang. Alhamdulillah apa yang ingin saya capai, sedikit banyak sudah saya raih di tahun 2019.

Akhir kata, di closing statement saya tidak henti-hentinya mengingatkan kepada teman-teman sekalian untuk selalu menggali potensi yang kita punya, mengeksplor passion yang kita miliki. Di sini kita sama-sama belajar. Dan ingat, jangan lupa berbagi yaa😉 Berbagi tak akan merugi, untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Semangat teman-teman!


Saya bukanlah orang yang addict dengan film. Mau nonton kalau filmnya: menarik; dirasa ada moral valuenya (setelah melihat trailernya, baca novelnya, lihat web seriesnya, dsb); pemainnya adalah salah satu aktor atau aktris yang saya kagumi. Nah, di awal tahun 2020 ini saya me-maukan diri untuk nonton film yang dirasa ada moral valuenya setelah menonton web seriesnya. Filmnya Berjudul, “Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini”. Film yang mulanya diadaptasi dari buku dengan judul yang sama (karya Marchella FP) kemudian dijadikan web series (persembahan dari Toyota Indonesia). Sejak dari bukunya saja film ini sudah mendapatkan atensi yang tinggi dari pembaca. Web series yang berjumlah tiga episode pun telah ditonton jutaan kali oleh penonton.

Kali ini saya tidak mau memberikan spoiler isi buku maupun filmnya (kan memang tidak boleh ya), tetapi hanya ingin menilai dan berusaha meracuni teman-teman untuk menonton film yang sangat direkomendasikan ini!! Rating dari saya sendiri 9,8/10. Nyaris sempurna, sempurnya hanya milik Allah, jadi tidak bisa 10/10.

Bagi saya sendiri film ini memuat ragam persoalan baik dari dalam diri sendiri, keluarga, dan sekitar. Saya merasa hampir tiap bagian dari film ini ada hubungannya dengan kehidupan kita. Pun demikian menurut teman-teman yang sudah menonton. Dan dari film ini saya merasa, “Oh ternyata aku tidak sendiri mengalami kejadian yang sama. Bukan hanya Awan saja yang merasa seperti ini. Orang lain juga pernah dan mungkin bahkan lebih dari itu”.

Pemilihan peran, penjiwaan dari tiap pemeran, soundtracknya mendukung dan sesuai, sinematografinya keren bangett, dan masih banyak hal yang memukau dari film ini. Film yang tayang serentak pada tanggal 7 Januari 2020 ini disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko Pada penayangan hari pertama film ini sudah membludak penontonnya. Tak sedikit pula yang memberi rating tinggi dan merekomendasikan film ini untuk ditonton. Memang sebagus itu filmnya.

Dari film ini juga saya mulai sadar jika tiap keluarga pasti punya sisi gelap yang tidak mereka perlihatkan pada khalayak. Saya yakin tiap keluarga selalu punya rahasia yang hanya diketahui oleh mereka saja, bahkan hanya beberapa anggota keluarga saja. Rahasia tersebut mereka simpan rapat-rapat, menampakkan kepada khalayak bahwa mereka sedang baik-baik saja, seperti keluarga lain pada umumnya yang selalu terlihat bahagia. Kita tidak pernah tau rahasia apa yang ditutupi dengan kebahagiaan yang palsu yang biasa kita lihat dari luarnya saja.

“Kamu enak deket banget sama mama papa kamu” “Enak banget ya kamu punya kakak yang baik, perhatian, enak diajakin curhat” “Beruntung sekali kamu apa-apa selalu tersedia, diturutin sama orang tuamu” “Keluargamu selalu harmonis ya. Pengen deh seperti itu” “Kamu rukun banget sih sama adekmu, nggak pernah berantem ya?” dan masih banyak lagi contoh kalimat yang biasa dilontarkan oleh teman-teman kalian. Pernah merasa? Atau malah mungkin kita pelaku yang suka bilang gitu ke teman kita?

Kembali lagi, mungkin kita tidak tahu sisi gelap dari tiap keluarga. Bisa jadi kakaknya sangat perhatian ke adiknya karena di rumah tersebut orang tua mereka selalu bertengkar. Bisa jadi semua yang temanmu inginkan selalu dituruti tapi orang tuanya tidak pernah memberikan kasih sayang secara imateriil (kasih sayang) kepadanya karena orang tuanya sibuk bekerja. Dan masih banyak rahasia keluarga lain yang tidak kalian temukan.

Jadi gini, apa yang kita lihat indah di luarnya, mungkin bisa jadi menyimpan luka yang begitu pahit di dalamnya. Bisa jadi begitu, bisa juga tidak. Setiap orang cenderung menutup sedihnya dengan kebahagiaan yang fana karena tidak ingin orang di sekitarnya turut sedih. Bukankah begitu?

Lantas, apa yang harus kita lakukan? Memandang sesuatu dengan biasa saja dan jangan mudah membandingkan. Allah selalu memberi porsi senang dan sedih secara adil. Mari perbanyak syukur dengan apa yang ada. Semoga keluarga kita semua selalu dalam lindungan Allah ya😊

Teruntuk teman-teman yang sedang menyembuhkan batinnya, teruntuk teman-teman yang ingin rehat, teruntuk teman-teman yang putus asa, mungkin film ini juga bisa menjadi penawarnya. Musik pendukungnya sangat sesuai. Saat nonton filmnya juga bisa sekaligus menikmati musiknya. Bagi saya, Hindia dan Kunto Aji jadi juaranya. (Maaf Mbak Isyana, mungkin Anda bisa mencoba menang di lain film hehe)

Yang dicari hilang
Yang dikejar lari
Yang ditunggu, yang diharap
Biarkanlah semesta bekerja, untukmu
(Kunto Aji-Rehat)

Begitulah hidup. Tidak ada yang bisa menerka jalannya bagaimana. Ikuti saja alurnya kemana langkah kita akan dibawa. Nikmati jalan yang dapat kita lalui. Orang-orang akan silih berganti datang dan pergi. Ada yang menetap dan bertahan, ada pula yang hanya singgah lalu menghilang. Pernah dekat sedekat nadi, lalu begitu saja berpisah raib entah kemana.

Sebagai insan kita hanya bisa merencanakan dan mengupayakan, keputusannya ada pada Allah. Saat mimpi kita gantungkan dan kita berupaya menggapainya, sampai atau tidak kita meraihnya adalah kuasa dari Allah. Saat lelah silakan beristirahat, menepi sebentar. Jangan berhenti, Allah pasti memberi waktu dan kesempatan kita untuk menggapai mimpi kok.

Kutipan yang paling saya ingat dari film ini adalah ucapan dari Kale untuk Awan “Sabar satu persatu”. Saat diri ini penat, kutipan ini menjadi obat. Yuk teman-teman mari bersama sayangi diri, gapai cita setinggi langit, jangan putus asa, kalau lelah silakan rehat..

Yang belum nonton, silakan sempatkan waktu ke bioskop untuk nonton. Ajak keluarga dan sanak family kali aja mau ngode ke mereka wkwkwk. Masih tayang kok, ayo nonton!

*semua yang saya tulis bersifat subjektif dari sudut pandang pribadi, bila ada yang bersinggungan, monmaap yak. Mari hargai perbedaan😉

Powered by Blogger.