Teruntuk dirimu, yang akan membantuku untuk lebih percaya dengan semua ini...

Percayakah kamu, setiap malam aku bertanya pada langit malam, “Baikkah kamu sekarang?” Langit malam selalu menjawabnya dengan keadaan yang sunyi, hening, yang ada hanya suara angin malam. Tidak ada jawaban pasti dari dirinya. Dan aku meyakinkan pada diriku, jawabannya adalah kamu harus selalu baik.
Percayakan kamu, saat aku terdiam tanpa aktivitas apapun aku akan bertanya pada batinku, “Mengapa kamu selalu menghadirkan bayangan dirinya sampai saat ini pun?” Merupakan suatu kebodohan ataukah kesalahan?
Percayakah kamu, walau kita sudah lama tak bertemu tetapi aku masih yakin bahwa dirimu sangat dekat?
Percayakah kamu, ketika aku memikirkan masa depanku, salah satu lelaki yang ada dalam bayangku adalah kamu? Mungkin aku yang terlalu berharap, atau aku yang terlalu yakin?
Percayakah kamu, rindu yang ada di dalam hati ini sudah terpendam sejak beratus-ratus hari bahkan hampir seribu hari yang lalu? Aku sadar, aku tidak boleh mengungkapkannya.
Percayakah kamu, benda yang berasal darimu masih aku simpan rapi sampai saat ini? Mungkin kau mengira, benda itu sudah kubuang, karena memang benda itu adalah benda yang kurang penting, tapi nyatanya tidak.
Percayakah kamu, suatu saat nanti kita akan sama dalam kebersamaan? Jangan memaksakan, Lakum diinukum waliyadiin..
Percayakah kamu, aku tidak akan mengungkapkan perasaan ini padamu sampai kapan pun sebelum ada waktu yang tepat?

Percayakah kamu, “waktu yang tepat” itu akan datang? Entah..



         Dulu, tepatnya mungkin enam tahun yang lalu. Iya, enam tahun yang lalu saat aku Sekolah Dasar ........ (perlukah kusebutkan saat itu aku bersekolah dimana?) Hhmmm mungkin tak apa jika kuberi clue, sekolah swasta yang mungkin sekarang biaya masuknya saja sudah mencapai belasan juta di kota kecilku ini). Di tempat ini, aku mengenali sosok anak lelaki yang umurnya satu tahun lebih tua dariku. Oh, bukan mengenali. Lebih tepatnya mengetahui. Karena pada saat itu dia belum tahu aku, dan aku yang mengetahui dia.  Selalu tertawa bila mengingat masa-masa itu. Jika bukan karena prestasinya di sekolah, aku pasti tidak akan mengetahui dirinya hingga kini. Sering aku mendengar namanya saat upaca tiap hari Senin (dulu seneng banget hari sama hari Senin, soalnya ada upacara), itu berkat prestasinya!! Aku tak ingat prestasi apa saja yang ia dapatkan (mungkin jika diantara ada yang penasaran, bisa menanyakan langsung padanya). Senang bisa mendengar namanya dan melihat dia maju berbaris dengan anak-anak lainnya (yang jelas berprestasi pula). Pada saat upacara pagi kala itu, yang baris di bagian paling depan adalah siswa-siswa perempuan. Dan, aku berada di baris ke tiga saat itu. Yang artinya, aku tidak begitu kecil dibandingkan teman-temanku yang lain, kan? Anggap saja iya. Lebih senang lagi saat sholat dhuhur berjamaah di masjid, ternyata dia berada di shaf depanku. Bukannya ingin memberitahukan perihal kerajinanku dulu ya, waktu sholat dhuhur aku selalu ingin cepat-cepat ke masjid dan ingin berada di shaf depan, jarang sekali kalian bisa melihatku sholat di shaf belakang, mengingat terkadang suara imam kurang jelas didengar dan akupun rugi karena tidak bisa memandang dirinya (bukan imamnya, tetapi dia). Sebenarnya, prestasi dan sifat dari dirinya yang membuatku kagum (iya kagum, bukan cinta ataupun sayang ataupun apalah itu). Aku tidak akan memberi tahu spesifikasi fisik dia bagaimana disini, jadi mohon maaf tidak akan kuberi tau. Singkat cerita, dia meninggalkanku. Maaf, bukan aku yang ditinggalkan tetapi sekolahku dulu. Dia meninggalkan sekolah itu karena memang sudah waktunya dia untuk lulus dari Sekolah Dasar dan harus naik tingkat menjadi Sekolah Menengah Pertama.  
 
Dia masuk di SMP yang sampai saat inipun masih sangat favorit dan menawan meskipun ukuran sekolahnya tidak luas. Awalnya aku tidak tau dia bersekolah dimana. Karena, jaman SDku dulu, informasi tidak secepat kini untuk didapatkan. Dan sampailah masa dimana mereka (yang sudah lulus) mengunjungi atau bisa disebut silaturrahmi ke sekolah yang pernah mereka tempati. Aku melihat satu persatu dari mereka. Maksudnya mencari dia yang memang semenjak lulus tidak kudapati keberadaannya. Nah, ketemu!! (pada saat itu aku tau dia melanjutkan sekolahnya dimana karena melihat seragam almamater yang ia pakai). Aku yang pada saat itu duduk di bangku kelas enam, sudah memikirkan jauh-jauh hari aku akan melanjutkan sekolah dimana. Ya, aku memang menginginkan bersekolah di SMP favorit itu sedari dulu. Dengan mengetahui anak laki-laki itu bersekolah disana, aku makin bersemangat untuk mengejar cita-citaku itu (bersekolah di SMP favorit itu).  Kuanggap, dirinya yang sudah lebih dulu menginjakkan kaki disana adalah motivasi terbesarku kala itu untuk bersekolah disana juga.Dan, sampailah pada masa dimana aku sangat bersyukur kepada Allah karena telah mengabulkan permintaanku untuk dapat melanjutkan di SMP favorit itu. Aku kira, saat aku bersekolah di SMP itu aku akan bertemu dengan dirinya saat bersekolah. Tapi nyatanya, dia tidak kutemui di sekolah itu. Beredar kabar dan aku mendengarnya, dia mutasi ke sekolah lain yang bahkan ternyata tidak berada di kota ini, dia pindah ke kota hujan (cukup, tidak perlu kujelaskan kota hujan dimana, pasti kalian yang membaca mengerti). Dengan menerima kenyataan demikian, aku yang kala itu sangat-sangat labil karena masih jaman peralihan dari sekolah dasar ke sekolah pertama, mati-matian mencari informasi keberadaan dia. Bukan hanya ia tinggal di kota apa, tapi lebih dari itu. Pada saat itu, aku sangat yakin bahwa Allah itu Maha Adil. Di balik pertanyaan-pertanyaan itu, ternyata sudah ada jawabannya. Jawabannya adalah, aku memiliki saudara sepupu disana. Dan ternyata, teman dari sepupuku itu punya pacar, yang ternyata pacarnya itu adalah teman sekelas dari anak laki-laki itu (kuharap kalian yang membaca tidak akan bingung). Singkat cerita, aku mendapatkan nomer yang bisa kuhubungi untuk berkomunikas dengannya (aku sangat-sangat berterimakasih pada sepupuku yang baik hatinya sangat-sangat kala itu). Dari situ, aku mulai mengirim pesan dengan bahasan yang ringan-ringan, aku berusaha untuk sebisa munggkin bahasanku  tidak mengganggunya. Dari berbalas-balasan pesan singkat itu, kami mulai kenal satu sama lain. Bukan seperti itu. Lebih tepatnya aku yang lebih dalam mengenal kepribadian dia, tidak dengan dia kepadaku. Selain via sms, kami juga berkicau di media sosial (yang kala itu twitter menjadi media sosial yang dianggap keren). Ada satu teman yang kupercayai, dia juga yang membantuku untuk selalu berkomunikasi dengan anak laki-laki itu (tidak perlu kusebut namanya, tapi temanku ini cewek). Contohnya saja, pada saat anak laki-laki itu berulang tahun, sehari sebelumnya aku sudah menyiapkan kalimat-kalimat yang sungguh bagiku harus berpikir keras untuk merangkainya. Maksudnya adalah, rangkaian kalimat-kalimat itu (berupa harapan, doa, cita-cita, dsb) akan kukirimkan pada saat dia berulang tahun. Aku meminta pendapat pada temanku itu, bagaimana baiknya kalimatnya, atau lebih baik aku mengirim kapan pesan itu, dan hal sepele lainnya. Berkaitan dengan ulang tahun, pada saat aku berulang tahun yang ke 13, aku sangat ingat dia mengirimkan pesan saat satu hari sebelum ulang tahunku... “HBD Dek ****, WYATB, semoga yang dicita-citakan tercapai dan makin positif ke depannya :D” aku tau, itu pasti karena inisiatif temanku (agar si dia mengucapkan pada hari ulang tahunku). Tapi, jika kamu ingin tahu, saat menerima pesan (yang mungkin bagi orang lain adalah sungguh-sungguh sangat sederhanadan mungkin biasa saja) itu perasaanku sungguh sangat senang. Aku bagaikan melesat terbang setinggi-tingginya hingga langit ke tujuh, terbang sebegitu indahnya.
Dia, meskipun aku yang kala itu menyimpan rasa padanya yang semula kagum berubah menjadi rasa yang kian lebih jauh dari pada hanya kagum (dan mungkin dia tau apa yang kurasa), sudah kuanggap sebagai (kakak kelas) yang sangat baik dan menjadi salah satu motivatorku untuk selalu bangkit dan berusaha (dalam hal apapun). Bahkan terkadang, aku iri pada adik-adiknya, mereka bisa punya kakak laki-laki yang hebat. Tetapi, di balik segala kehebatannya itu, dia mempunyai kekurangan juga, yang aku ketahui dan tidak akan kuberitahukan pada kalian karena kekurangan seseorang bagiku adalah sebuah aib bagi dirinya. Bulan berganti bulan, aku tahu meski dia tidak memberi tahuku (karena mungkin dia hanya menganggapku sebagai adik kelas yang baru dia kenal) jika ternyata dia sudah mempunyai belahan jiwa. Perempuan yang sangat cantik, dan dilhat dari bahasanya pun sangat intelektual. SEMPURNA!! Aku tahu anak laki-laki itu sungguh perfeksionis dan selektif. Tak salah apabila perempuan itu menjadi pilihannya. Dan, karena hal itu, aku mulai sedikit menjauh, mengurangi komunikasiku dengan dia. Karena aku yang sangat mengerti posisiku (sebagai adik kelas yang baru dia kenal).
Ternyata, hubungan mereka tidak berjalan lama. Aku tidak begitu pasti mengerti alasan mereka tidak melanjutkan hubungan karena apa. Tapi yang aku tahu, ketika keduanya tidak melanjutkan hubungan, anak laki-laki itu sangat sedih, mungkin istilah jaman sekarang adalah gagal move on dari perempuan itu. Saat itu pun, aku sudah sangat-sangat jarang mengirim pesan padanya. Aku tahu dia membuat kesibukan untuk tidak mengingat perempuan itu. Singkatnya, dia sudah berada di bangku sekolah menengah atas. Aku paham sekali kemampuan dan kemauannya untuk bersekolah di sekolah terfavorit di kota itu. Saat dia SMA, aku masih di bangku kelas tiga menengah pertama. Aku ingat betul saat dia memotivasiku untuk selalu berusaha dan berjuang untuk mendapatkan apa yang kuharapkan, mesti hanya kalimat yang pasti biasa kalian dengar atau ucapkan (tapi bagiku, seluruh kalimat darinya adalah motivasi).  
Dan kini, Allah menempatkanku bersekolah di sekolah yang bukan aku impi-impikan tetapi sekolah yang mungkin pilihan dari Allah yang terbaik untukku. Bahkan kini, aku sudah duduk di bangku kelas tiga sekolah menengah atas. Yang itu artinya, anak laki-laki yang sudah beranjak dewasa itu sudah lulus dari masa putih abu-abunya. baru- baru saja, aku mendapati informasi bahwa dia diterima di salah satu perguruan tinggi yang sangat bergengsi di Indonesia yaitu ITB. Pas sekali sesuai dengan bidang yang dia kuasai, KEBUMIAN. Aku tahu kakak laki-lakinya yang kedua adalah salah satu motivasi dia untuk mengenyam pendidikan tinggi disana. Aku yang kini memang sudah tidak memiliki perasaan apa-apa padanya, masih tetap menjadikan dia salah satu motivasiku untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan positif ke depannya.







“Selamat Mas sudah diterima di perguruan tinggi yang memang dari dulu kamu idam-idamkan. Aku turut senang. Semoga pilihan ini adalah pilihan yang terbaik dari Allah.. Besok, tanggal 12 Juli 2016 usiamu akan menginjak 19 tahun. Bukan lagi usia remaja yang masih labil, itu sudah mennjukkan usia beranjak dewasa. Menjadi diri sendiri, dan lebih bertanggung jawab. Terimakasih sudah memberikan pengalaman dan pembelajaran ilmu apapun pada saya, baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Semoga ilmu yang kamu miliki adalah ilmu yang bermanfaat bagi dirimu pribadi dan orang-orang di sekitarmu. Tetap menjadi anak yang selalu membanggakan dengan prestasi-prestasimu ya, Mas. Aku tunggu informasi prestasi-prestasi yang kamu raih. Jika kamu tidak membaca ini, mungkin aku berharap akan ada angin yang menyampaikan ini padamu. Tolong, tetaplah menjadi motivasiku dalam hal apapun dan secara langsung mapun tidak langsung... SEMOGA KITA AKAN BERTEMU DI KALA MASING-MASING DARI KITA SUDAH MENCAPAI KEBERHASILAN YANG KITA IMPIKAN!!!
Powered by Blogger.