Kehidupan di dunia tidak selamanya akan berjalan seperti yang kita inginkan. Jika sedang berjuang lalu membuahkan hasil, tentu siapa yang tak senang? jika sudah berjuang kemudian gagal, sedih itu pasti, namun harus tetap bangkit bukan? Akan selalu ada hikmah yang menghampiri usai keberhasilan atau kegagalan yang kita alami.

Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan untuk menonton sebuah film yang sedikit gambarannya sudah saya terangkan di awal. Tentang penerimaan output dari yang namanya berjuang. Ranah 3 Warna, film yang diadaptasi dari novel best seller karya A. Fuadi, seri kedua dari trilogi Negeri 5 Menara. 

Seri pertamanya yakni Negeri 5 Menara, sudah difilmkan pada tahun 2012. Di seri pertamanya, saya tidak menonton di bioskop. Saya menontonnya saat ada penayangan film di televisi dalam edisi menyambut hari raya kalau tidak salah. Jarak rilis yang cukup panjang ini membuat saya sedikit lupa bagaimana alur cerita pada seri pertamanya. Namun, tenang saja teman-teman. Bagi yang tidak menonton Negeri 5 Menara, tidak masalah. Karena ceritanya benar-benar berbeda, hanya beberapa tokohnya saja yang tetap. Jadi, masih enjoy aja sih kalau hanya nonton Ranah 3 Warna.

Film yang telah rilis pada 30 Juni 2022 lalu ini, disutradarai oleh Guntur Soeharjanto, sutradara yang juga telah sukses dengan film-film bergenre drama-religinya, seperti Cinta Laki-Laki Biasa dan Assalamualaikum Beijing. Beberapa film dengan durasi lebih dari 2 jam terkadang membosankan. Tapi, Ranah 3 Warna yang berdurasi 150 menit ini, bagi saya dari awal hingga akhir tidak membosankan. Saya begitu menikmati alur ceritanya dari menit pertama hingga credit tittle nya.

Sinopsis Film

Pada tahun 1992, Alif Fikri (Arbani Yasiz), seorang pemuda asal Maninjau, lulusan pondok pesantren, punya keinginan besar untuk menimba ilmu di Amerika. Untuk mencapai hal itu, tentu melalui halang rintang yang begitu berat untuk Alif. Usai lulus dari pondok, ia harus mengikuti ujian tingkat nasional untuk masuk ke perguruan tinggi negeri.

Alif diterima di Universitas Padjajaran jurusan Hubungan Internasional. Satu langkah lebih dekat menuju impiannya. Kuliah di Bandung adalah salah satu keputusan besar dalam hidupnya. Ia harus merantau ke Jawa, Bandung lebih tepatnya. Meninggalkan Ayah (David Chalik), Amak (Maudy Koesnadi), dan kedua adik perempuannya di Maninjau, Sumatera Barat.

(Youtube MNCP Movie Official Trailer Ranah 3 Warna)

Untungnya, di Bandung ia punya sahabat yang berasal dari kampung yang sama, Randai (Teuku Rassya), yang sudah lebih dulu berkuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB). Randai menyambut gembira datangnya Alif ke Bandung. Namun, saat di kampung dulu, Randai selalu meremehkan Alif. “Mana bisa, lulusan pondok pesantren bisa melanjutkan pendidikannya ke Amerika? Tidak kah lebih bagusnya menjadi ustaz di kampung?”, begitulah kiranya. Mereka berdua seperti punya jiwa rivalitas menurut saya.

Bukan hanya Randai kawan Alif selama di Bandung. Ada juga Raisa (Amanda Rawles), mahasiswi Unpad kawan Randai yang telah mencuri hati seorang Alif Fikri. Penampilannya yang menarik, sopan, dan bertalenta telah membuat Alif jatuh cinta padanya. Kawan Alif lainnya seperti Rusdi (Raim Laode), Memet (Miqdad Addausy), dan Agam (Sadana Agung) juga turut membuat hari-hari Alif menjadi lebih berwarna.

(Youtube MNCP Movie Official Trailer Ranah 3 Warna)

Pada tahun 1995, Program Pertukaran Pelajar ke Amerika dibuka. Alif dengan kemampuan literasi yang bagus, Raisa dengan tarian minangnya, dan Rusdi dengan suara emasnya diterima dan bisa mengikuti program tersebut.  Singkatnya, mereka beserta peserta lainnya pun berangkat menuju Negeri Paman Sam itu. di tengah perjalanan, karena suatu dan lain hal rombongan ini harus berhenti di Yordania. Saat mendarat dan turun di Kantor Kedutaan Besar Yordania, Alif bertemu Ustaz Salman, guru yang mengajarnya semasa di pondok.

Jika di Negeri 5 Menara Alif menggunakan mantra Man Jadda Wajada, “Siapa yang bersungguh-sungguh pasti bisa”. Kini, di Ranah 3 Warna Alif menambah mantra Man Shabara Zhafira, “Siapa yang bersabar akan beruntung.” Bersungguh-sungguh saja tidak cukup. Lalu, bagaimana cara Alif melewati perjalanan hidupnya di tiga ranah (Indonesia, Yordania, Amerika) negara yang berbeda ini? Silakan tonton dan nikmati filmnya di bioskop terdekat!

Apa yang Bikin Menarik?

Seperti biasa, sebelum saya memutuskan untuk menonton film di bioskop, saya selalu melihat testimoni dan ulasan dari orang-orang yang telah menonton lebih dulu. Terlebih film ini merupakan adaptasi novel best seller. Meskipun saya belum membaca novelnya sampai saat ini, bagi saya penilaian dari teman-teman yang sudah membaca novelnya tentu amat penting.

Setelah saya lihat ulasannya, ternyata bagus. Mayoritas memberikan komentar yang positif, baik dari penonton yang belum ataupun sudah membaca seri novelnya. Setelah membaca sinopsis dan melihat trailernya, saya merasa.. “Oke juga untuk ditonton”.

Berbicara tentang point of interest film ini, ada beberapa hal yang ingin saya bagikan kepada teman-teman yang belum atau sudah punya keinginan untuk nonton film ini. Oh iya, sebelumnya saya mau kasih rating 9.0/10 ya untuk film ini! Dari segi alur cerita, para pemeran, soundtrack, dan sinematografinya yang oke banget. Tanpa panjang lebar, berikut point of interest  dari Film Ranah 3 Warna versi saya!

Pertama, 1 film menampilkan 5 bahasa yang beragam (selain bahasa Indonesia). Beberapa bahasa yang digunakan diantaranya bahasa Minang, Sunda, Inggris, Arab, dan Prancis. Di beberapa film, penggunaan bahasa asing atau lokal kadang terkesan memaksa dan membuat tidak nyaman bagi penonton yang mendengarnya. Namun, di film ini teman-teman jangan mengkhawatirkannya.

Penggunaan dialog berbahasa asing atau lokalnya terdengar riil dan tidak memaksa. Seperti Alif, Randai, Ayah, dan Amak yang beberapa kali menggunakan dialog berbahasa Minang. Saya rasa, meskipun saya bukan orang Minang, saya cukup nyaman mendengar dialog mereka. Nampak betul-betul menjiwai dari kata perkata yang diucapkan, pas sesuai dengan ekspresi yang seharusnya dikeluarkan.

Dialog Alif yang berbahasa Arab, saya rasa Arbani Yasiz sangat serius dalam berlatih. Terdengar seperti dialek bahasa Arab yang sering saya dengar dari mahasiswa-mahasiswa Al-Azhar Kairo (di media sosial ya hehe, kalo secara langsungnya belum pernah dengerin).

Saya juga senang melihat subtittle yang tidak berlebihan, pas dari jenis dan ukuran font, warnanya juga terang dan jelas. Bagi saya, subtittle ini berperan cukup besar juga di film ini, melihat beragam bahasa yang digunakan ya. Jadi, hal sepele seperti jenis, ukuran, dan warna font memang harus diperhatikan. Hal-hal detail seperti di atas sudah dibawakan secara apik oleh kru film ini, patut diapresiasi!

Kedua, banyak kutipan-kutipan yang quateable. Saya rasa, semua pemain punya kata-kata yang berharga dan berpengaruh besar dalam hidupnya si Alif Fikri. Beberapa yang saya ingat misalnya nasehat dari Ayah Alif yang sedang sakit kepada Alif, kurang lebih beliau meminta Alif untuk menyelesaikan studi yang Alif pilih sendiri. Jika benar-benar kita resapi bagian ini, pasti sangat akan merasa relate sekali dengan kita, terlebih kalian yang saat ini merantau untuk menyelesaikan studi sarjana.  Jujur, saat scene ini saya menangis tiada terbendung.

Ada lagi dialog yang diucapkan oleh tukang sepatu (Lukman Sardi). “Sabar itu bukan pasif, tapi aktif. Aktif mencari solusi, aktif pantang menyerah.” Dialog tukang sepatu ini ada di trailer, jika teman-teman ingin mendengarkan. Nampaknya, ini salah satu dialog yang ikonik dari film ini karena berkaitan langsung juga dengan mantra yang sedang diikhtiari oleh Alif.

Kemudian ada dialog antara Raisa dan Alif yang sangat menohok bagi saya. Scene dimana Alif sedang berada di titik terendah dan merasa sudah hilang segalanya. Raisa sebagai kawan yang baik merasa ini bukan Alif yang dia kenal, ia langsung berkata kurang lebih begini, “Kamu belum kehilangan segalanya, kamu masih punya nyawa.”

(Youtube MNCP Movie Official Trailer Ranah 3 Warna)

Ketiga, tentang merantau. Bagi saya yang 23 tahun belum punya pengalaman merantau, film-film tentang merantau selalu menarik untuk ditonton. Pasalnya, dari film-film itu saya bisa tahu bagaimana rasanya menjadi seorang perantau di tanah orang, walaupun tidak merasakan secara langsung ya.

Dari film Ranah 3 Warna saja, banyak nilai-nilai yang saya dapatkan untuk bekal menjadi seorang perantau. Misalnya, tentang kebersamaan dengan kawan-kawan seperantauan. Fenomena ini nyata, dekat dirasakan dengan melihat teman-teman kuliah saya juga.

Juga tentang selalu ingat kepada sang Pencipta, hanya Allah saja tempat kita berlindung dan berharap di tanah rantau. Orang lain mungkin hanya sebagai perantara, betul kan? Kemudian tentang bahagia dan bersuka citanya orang rumah saat mendengar prestasi atau pencapaian kita di tanah rantau. Anak non rantauan can’t relate dengan hal itu :’)

Adakah yang kurang?

Alif yang digambarkan lekat dengan dunia literasi, tetapi scene saat dia struggle dalam hal itu kurang ditampakkan. Buktinya, Bang Togar (Tanta Ginting) disini agaknya berperan besar namun scene yang menampakkan dia hanya beberapa kali dan sebentar. Bagi saya, itu masih kureng, hehe.

Keistimewaannya dalam mengekspresikan sesuatu melalui tulisan seharusnya lebih ditampakkan lagi untuk menguatkan karakternya. Karena yang membawa dia bisa menggapai impiannya ke Amerika ‘kan kepiawaiannya dalam menulis. Tapi, memang sangat bisa dimaklumi sih, karena sebuah film tentu harus memerhatikan juga yang namanya durasi. Jika terlalu lama dan panjang bisa saja penonton akan suntuk menontonnya.

(Youtube MNCP Movie Official Trailer Ranah 3 Warna)

Ada opsi lain menurut saya. Jika dijadikan series mungkin seru sih untuk ditambahkan bagian si Alif ini benar-benar mendalami dunia literasi, ups. Wah, gak kebayang karakternya Alif akan mengalahkan karakter si Roman sang Pujangga pastinya, haha.

Terakhir nih yaa

Saya mau mengucapkan tarimo kasih kepada Uda Ahmad Fuadi yang sudah menciptakan cerita yang begitu menginspirasi. Terima kasih juga kepada sutradara, pemain, dan all crew  yang sudah berusaha semaksimal mungkin memberikan karya film yang terbaik.

Satu lagi, ungkapan isi hati saya untuk Uda Alif Fikri wkwkwk. Uda Alif, kamu itu sangat baik, agaknya karaktermu adalah idaman dari semua wanita. Taat, family man, berwawasan luas, tidak malas, kurang apa? YA, KURANG SAT SET UDA!


 



Kalo Pamungkas ke Jember, wajib banget nonton konsernya sih.

Hajat itu sudah ada di sanubari sejak akhir tahun 2019. Saat saya magang di sebuah kantor instansi pemerintahan di kota kecil ini, Jember. Menjadi partner belajar dengan salah satu “Mas” pegawai di instansi tersebut membuat saya kenal dengan lagu-lagu Pamungkas aka Mas Pam. Setiap hari lagu-lagunya diputar, yang awalnya saya biasa saja tapi kok kalo nggak dengerin lagunya seperti ada yang kurang.

Saya ingat betul top playlist masa-masa itu di kantor itu adalah lagu Mas Pam yang berjudul Sorry dan One Only. Setelah masa magang saya habis, di rumah ataupun dimana saja saat saya bisa mendengarkan lagu, playlist yang saya dengarkan lagunya Mas Pam. Bukan hanya dua lagu di atas, tapi juga lagunya yang lain. Sepertinya tak jemu mendengarnya berulang-ulang. Selain saya tipikal orang yang tidak mudah bosan dengan sebuah lagu (lagu favorit saya tentunya), saya nggak tahu lagi sih alasan apa yang membuat saya senang mendengarkan lagu Mas Pam di masa itu.

Pandemi cukup membuat saya lupa dengan hajat saya yang itu. Di samping memang ada hajat-hajat lain yang lebih prioritas, lagu-lagu sendu di masa pandemi cukup beragam juga yang membuat lagu-lagu Mas Pam tersingkir dari top playlist saya. Singkatnya, hajat ini terpikirkan kembali di akhir April 2022 lalu. Saat saya melihat flyer yang berisi informasi Pamungkas akan ngonser di Jember. Tahu akan hal itu, jujur saya nggak se-excited dulu. Tapi, karena nonton konser Mas Pam adalah hajat saya yang mana bagi saya sebuah hajat bila mampu harus ditunaikan, walhasil saya pesan juga tiketnya!

“Akhirnya di umur 23 tahun saya akan nonton konser untuk pertama kalinya”, batin saya setelah booking tiketnya. Konser yang saya tonton ini adalah bagian dari event Jember Festival (J-Fest) 2022 yang diselenggarakan oleh Kabupaten Jember dengan Mahamerunetwork selaku event organizernya. J-Fest 2022 merupakan festival yang bertajuk event kolaborasi antara musik (konser), kuliner, art street, UMKM, dan lain-lain. Festival ini diselenggarakan sekaligus untuk menjawab tantangan industri kreatif kota Jember di tengah pandemi yang lajunya kian baik. saya tidak akan jelaskan detailnya. Bagi teman-teman yang ingin tahu lebih lanjut tentang J-Fest 2022 secara keseluruhan silakan klik disini ya!

Lanjut membahas nonton konser pertama. Tentu karena pengalaman pertama, saya tidak mungkin nontonnya sendiri dong. Saya bersama sepupu dan sahabat saya semasa SMA yang memang ingin juga nonton konser itu. Kalian harus tahu jenis dan harga tiket yang ditawarkan. Oh oke, sebelumnya mau bilang dulu kalo konser ini guest starnya bukan hanya Pamungkas saja, tapi ada Tulus juga (yang menurut orang-orang inilah GONG-nya). Jadi, jenis tiket yang paling murah adalah Tiket Festival (Rp.175.000-Rp.200.000), kemudian Tiket Gold (Rp.300.000-Rp.350.000), dan Tiket Platinum (Rp.500.000). Berlokasi di Sevendream City, semua jenis tiket tersebut nyatanya ludes terjual tidak bersisa. Oh iya, saya dkk ambil tiket festival ya guys. Sungguh antusias orang Jember dan sekitarnya menantikan adanya konser lagi pasca pandemi.

(Dok. Pribadi)

Selain hafalan lagu, outfit adalah hal yang paling saya bingungkan untuk mempersiapkan pengalaman nonton konser pertama kali saya. Jika bajunya berbahan tipis apakah saya akan kedinginan? Bagaimana jika baju berbahan tebal, apakah saya akan merasa gerah? Sungguh bingung. Open Gate dimulai pukul 14.00 WIB. Saya dkk tentu tidak hadir di jam tersebut karena kami tahu acaranya saja baru dimulai malam hari. Selama siang menuju sore, di venue Sevendream City diisi oleh mini konser dari band lokal dan ramai sekali dengan stand jajanan kuliner dan UMKM.

Saya dkk tiba pukul 17.00 WIB. Saya sangat bersyukur di venue tersebut  ada masjid yang tidak membuat saya resah saat adzan maghrib berkumandang. Saya dan penonton lain yang beragama islam tidak kesusahan untuk melaksanakan kewajiban beribadah. 

Setelah sholat maghrib inilah hal-hal riweuh dirasakan haha. Ternyata kaum tiket festival harus mengantre panjang dulu sebelum dibukakan pintu gatenya. Kebetulan saya dkk tidak terlalu belakang antrenya. Mengantre sekitar 20 menit, pintu gate bagi kaum tiket festival dibuka. Sungguh di luar dugaan, yang mulanya mengantre tertib teratur, saat gatenya dibuka BRUTAL SEMUA.

Saya kaget tidak terkira, semuanya pada berlari seperti akan maju di medan perang. Merespon hal tersebut, saya yang jarang berolahraga ini pun turut berlari sekencang yang saya bisa. Untunglah mendapatkan baris ke lima, masih cukup puas melihat main stage dari posisi itu. Bagi kaum tiket gold dan premium, tidak perlu lari bak di medan perang. Mereka semua berjalan santai, tertib, dan tidak brutal hahaha. Tau lah ya, harga memang menentukan harus sejauh mana effort kita.

Mula-mula, saya dkk merasa bersyukur ada di baris kelima di area tiket festival. Tetapi, setelah kami lihat sekitar, banyak sekali hal-hal yang ternyata bikin kami sambat. Pertama, di baris-baris depan kami penontonnya punya postur dan beragam dan ada beberapa yang lebih tinggi dari kami. Tentu dari sini kami mulai berpikir, bagaimana nanti apakah masih bisa melihat orang-orang di main stage? Kedua, orang-orang dalam keadaan berhimpitan yang notabene suasana jadi engap masih saja ada yang menyalakan rokok atau vape. Untungnya yang ini tidak begitu dekat dengan saya, tapi tetap ada di jangkauan pandangan saya. Saya yang lihat cukup geram, tapi ya mau bagaimana lagi, di rulesnya juga tidak ada larangan melakukan hal tersebut.

Ketiga, penonton yang cukup egois. Menunggu adalah hal yang membosankan, kita sepakat akan hal itu. Berdiri selama beberapa waktu tentu membuat kaki kita tidak tahan ya, apalagi di keseharian kita tidak pernah berdiri selama itu. Untuk penonton perempuan, pasti sesekali akan mengambil kesempatan untuk jongkok/ duduk sejenak. Saya pun demikian. Tetapi, karena areanya memang sudah dikondisikan cukup untuk penonton dengan keadaan berdiri, alhasil saat ada yang ingin duduk tentu ada space orang lain yang kita ambil dong.

Pada kondisi demikian, ada saja penonton yang kurang tahu diri untuk duduk berlama-lama tanpa memikirkan sekitarnya. Ya, sebenarnya tidak apa juga. Namun, secara etika dan empati ke orang lain, bukankah seharusnya tidak begitu? Sebenarnya ini hal kecil, tapi membuat saya cukup geram juga. Kemudian berpikir, jika saya punya hajat nonton konser lagi, saya mending pilih tiket yang memfasilitasi penontonnya untuk bisa duduk dengan nyaman sepanjang konser.

Melihat kebrutalan saat gate dibuka, saya jadi berpikir bagaimana pun kondisinya saya harus tetap ada di posisi ini. Sedikit lengah tentu posisi kita bisa diisi orang lain yang mendorong dari belakang. Bagi saya orang yang “beseran”, hal ini cukup sulit dilakukan. Orang beseran kan bestie sekali dengan kamar mandi. Tetapi, jika di tengah-tengah konser saya harus ke kamar mandi, pasti lepas momentum pengalaman pertama saya ini haha. Sebagai wujud antisipasi, selama saya tidak haus sepanjang konser, saya tidak minum sama sekali. Hal berat namun harus dilakukan!

Tepat pukul 19.20 WIB, MC mulai membuka acara. Akhirnya, penderitaan satu setengah jam ini usai. Kami semua berdiri. Tampak semuanya berteriak tak sabar bernyanyi bersama para guest star. Eits tapi tunggu dulu, tidak secepat itu dong. Jadi, sebelum penampilan dari para guest star, penonton terlebih dahulu dihibur oleh komunitas musik lokal Jember, Linkrafin (Lingkar Kreatif dan Independen). FYI, pada tahun 2021, Linkrafin telah menyabet Juara 1 dan Juara Favorit dalam ajang Lomba Karya Musik Anak Komunitas yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Berbicara sedikit tentang Linkrafin. Pertengahan tahun lalu nama ini cukup sering terdengar di telinga bagi warga Jember. Tentu menjadi sebuah kebanggaan tersendiri ya bagi kami karena Linkrafin bisa mencapai juara di tingkat nasional dengan lagu orisinilnya yang berjudul Jember Nusantara. Jujur, saat mendengarkan pertama kali, MERINDING SEKALIGUS BANGGA dengan Linkrafin. Bagi yang penasaran dan ingin mendengarkan, silakan klik disini ya. Serius kalian tidak akan menyesal!

Oke, setelah haru bangga dengan perform dari Linkrafin, inilah waktunya para guest star perform. Pertama, dibuka oleh penampilan Mas Pam yang membawakan lagu Closure. Jujur, karena saya penikmat lagu Pamungkas di era 2019 ke bawah, lagu Closure ini kurang akrab di telinga. Akhirnya saya hanya bersenandung sekeluarnya saja. Sangat seru nyanyi bersama-sama dengan sangat PDnya dengan suara ala kadarnya ini. Semua senang, semua menikmati iringan lagu dan bintang-bintang di angkasa, ah indahnya. Lagu yang dibawakan Mas Pam cukup banyak, sekitar 10an mungkin. Namun, yang saya tahu hanya beberapa, diantaranya: To the Bone, Flying Solo, Kenangan Manis, One Only, I love You But I’m Letting Go, Risalah Hati Cover, Pupus Cover. Sisa lagu yang tidak saya mengerti adalah lagu-lagunya yang baru-baru ini rilis. Kerennya orang-orang, mereka bisa full menyanyi dari awal hingga akhir.

(Dok. Pribadi)

Setalah banyak lagu yang dinyanyikan oleh Mas Pam, kini giliran Mas Tulus yang dibuka dengan lagu Ruang Sendiri. Sebagai penggemar lagu Tulus di era 2015-2019, saya dengan dengan performnya malam itu. Karena lagu-lagu yang dibawakan adalah lagu-lagu lama yang saya hafal hahaha. Tulus juga membawakan lagu sekitar 10an, diantaranya: Jangan Cintai Aku Apa Adanya, Labirin, Adu Rayu, Teman Hidup, Monokrom, Kelana, Tujuh Belas, Hati-Hati di Jalan.

(Dok. Pribadi)

Overall, penampilan Mas Pam dan Tulus benar-benar pecah malam itu. semua penonton bisa menikmati dengan nyaman dan tertib. Kemudian wujud stage yang modern dengan sedikit tambahan desain kedaerahan menurut saya juga kreatif dan pantas untuk dijadikan bahan publikasi di media sosial.  

Pengalaman pertama saya nonton konser ratingnya mungkin 7.8/10. Hal-hal yang tidak menyenangkan akan jadi bahan evaluasi jika saya punya hajat nonton lagi. Next mungkin nonton, Juicy Luicy? Semoga ada kesempatan.

Terima kasih yang sudah membaca sampai akhir. Kiranya memang ini hanya sebuah cerita yang mungkin ringan tidak ada insightnya bagi teman-teman, tapi harapnya tulisan ini tetap bisa menghibur hehe just for fun!


 


A: Aku habis nonton Ngeri-Ngeri Sedap loh

B: Oh iya? Nonton apa?

A: Ngeri-Ngeri Sedap!

B: Oh judul filmnya Ngeri-Ngeri Sedap?

A: Lah iyaaa, emang itu dari tadi!

Setengah tahun berjalan, saya baru sadar ternyata baru sekali saya menonton film di bioskop tahun ini. Tau filmnya apa? Makmum 2 (yang sebenarnya saya sampai detik ini pun belum nonton film Makmum yang pertama).  Kemudian, bulan lalu saya berencana untuk nonton film di bioskop untuk kedua kalinya. Saya ingin nonton film Gara-Gara Warisan karena ulasan dari orang-orang cukup positif, dan sebelumnya juga saya sudah menonton trailernya (bagi saya, trailernya menarik juga). Cukup lama saya memutuskan kapan waktu yang tepat untuk nonton, akhirnya saat saya melihat jadwal penayangan di bioskop, film Gara-Gara Warisan sudah turun dari layar :) disitu saya benar-benar menyesal dan sedih. Sampai sekarang masih pengen nonton, harapnya suatu saat film itu ditayangkan di platform streaming supaya saya masih punya kesempatan mengobati rasa penasaran ini :’)

Setelah film Gara-Gara Warisan, saya masih punya rencana satu film yang ingin saya tonton. Tidak ingin menyesal yang kedua kalinya, saat filmnya rilis saya langsung mencari review dari orang-orang yang sudah menonton. Ulasannya bagus, nyaris tanpa cela. Tapi saya cukup khawatir, film ini punya latar belakang suatu suku yang notabene suku tersebut menjadi minoritas di kota saya. “Apakah akan tetap banyak peminatnya?”, pikir saya. Saya takut ketika minim peminat, filmnya jadi sangat sedikit jadwal penayangannya. Benar saja, hari keempat film ini tayang, dari 4 bioskop yang ada, tinggal satu saja yang konsisten menayangkan. Saya makin yakin bahwa film ini “kurang masuk” untuk masyarakat sini. Karena alasan itu dan saya tidak ingin menyesal untuk kedua kalinya, saya sudah tekad bulat di hari kelima penayangan, saya tonton film ini. “NGERI-NGERISEDAP”

(*Eh taunya pas masuk studio, lumayan rame juga. Padahal itu weekdays. Dan ternyata di hari-hari selanjutnya, makin banyak jadwal tayangnya. Entah ini karena faktor apa)

 

SINOPSIS

Di tepi Danau Toba, tinggalah sebuah keluarga Batak. Pak Domu (Arswendy Beningswara Nasution), Mak Domu (Tika Panggabean) dan keempat anaknya. Tiga anak laki-lakinya merantau, sedangkan satu anak perempuannya menetap bersama bapak dan ibunya. Empat anak ini punya pertentangan batin dengan ayahnya, Pak Domu. Anak pertama, Domu (Boris Bokir), seorang pegawai BUMN yang merantau ke Bandung dan telah menaruh hati pada gadis Sunda. Anak kedua, Sarma (Gita Bhebhita), anak perempuan satu-satunya yang mengubur cita-citanya dan lebih memilih menjadi seorang PNS supaya bisa menemani Pak Domu dan Mak Domu. Ia juga menjadi penyambung lidah antara orang tuanya dengan saudara-saudara laki-lakinya. Anak ketiga, Gabe (Lolox), sarjana hukum yang pergi merantau ke ibu kota menjadi seorang komedian. Anak keempat, Sahat (Indra Jegel), lulus sarjana ia lebih memilih untuk menemani Pak Pomo yang sudah sebatang kara di sebuah desa di kota Jogja.

(Dok. Youtube Imajinari)

Menurut Pak Domu, keputusan ketiga anaknya untuk merantau sudah bertentangan dengan adat-tradisi suku Batak. Ketegangan antara Pak Domu dan ketiga anak laki-lakinya yang tidak kunjung mereda membuat mereka makin enggan pulang ke kampung halaman. Di sisi lain, Mak Domu sangat merindukan ketiga jagoannya dan mengharapkan mereka pulang. Dari sini, munculah ide ekstrim dari Pak Domu. Pikirnya, ketiga anaknya akan pulang saat mendengar berita orang tuanya akan cerai. Drama berpura-pura ceraipun disiapkan oleh Pak Domu dan Mak Domu. Upaya mereka berhasil, ketiga anaknya akhirnya pulang untuk berusaha menyelesaikan masalah orang tuanya. Kelanjutannya bagaimana? Tonton filmnya!

(Dok. Youtube Imajinari)

REVIEW PRA-PASCA FILMNYA

Film yang tayang perdana di seluruh bioskop Indonesia pada 2 Juni 2022 ini, sudah mengumpulkan total 2.505.835 penonton (per tanggal 30 Juni 2022). Belum genap sebulan loh, capaian yang luar biasa! Akhir-akhir ini jika bertemu orang, saya selalu merekomendasikan untuk nonton film ini. Karena memang se-epic itu untuk ditonton. Bahkan saya berani bilang kalo teman-teman tidak akan rugi membeli tiketnya, tidak akan rugi 114 menit di hidup kalian untuk nonton film ini, se-worth it itu memang!

Usut punya usut, di balik seluruh capaian ini, ada ide konsep luar biasa yang dibuat sejak 8 tahun yang lalu oleh Bene Dion Rajagukguk. Yap, beliau adalah penulis skenario sekaligus sutradara dari film Ngeri-Ngeri Sedap. Pengalaman menulis skenario Warkop DKI Reborn Part 1 serta telah menyutradarai Ghost Writer meyakinkan Bang Bene (sapaan biar makin akrab ya) untuk segera menggarap film dari cerita yang sudah ia buat. Film ini adalah karya idealis dari seorang Bene Dion. Tentu mewujudkan suatu cerita versi idealis (yang mana hasilnya akan subjektif) untuk dijadikan sebuah film, pasti tidak mudah. Tapi disini, Bene Dion sangat pandai dalam memilih crew yang akan diajak bekerjasama. Saya menilai, seluruh crew mau turut berusaha untuk menyelaraskan dan mewujudkan cita-cita Bene Dion supaya bisa menjadi karya yang keren dan diterima oleh penonton. Hal ini patut kita apresiasi! Dari tadi sepertinya saya memuji film ini tanpa memberikan rasionalisasi ya. Oke waktunya memberikan “7 Alasan Kenapa Film ini Patut Diapresiasi!

1.  Terkesan Bataksentris, tapi ternyata...

Ternyata tidak se-batak yang dibayangkan. Tetapi, memang harus diakui bahwa budaya suku batak menjadi bungkus dari film ini. Dari latar tempat, soundtrack, logat yang digunakan oleh para pemain, semua itu dilapisi oleh nuansa batak. Namun, isinya, esensi dari film ini, tidak hanya orang batak saja yang bisa menikmatinya. Seluruh lapisan masyarakat, mau ras atau suku apapun tetap bisa menikmati film ini. Bahkan mungkin saja setelah nonton, teman-teman yang non-batak malah tertarik dengan kekhasan dari suku batak yang disuguhkan.

(Dok. Youtube Imajinari)

2.  Cerita yang relate

Menurut saya, cerita yang dibangun adalah elemen yang paling kuat diantara faktor lainnya. Bang Bene berhasil menciptakan cerita yang lekat dengan masyarakat kita. Merantau bukan hanya menjadi kebiasaan dari suku batak kan? Konflik batin dengan ayah bukan hanya dialami orang yang bersuku batak saja kan? Hal yang relate dengan semua orang ini lah yang membuat ceritanya makin kuat dan membangun emosi para penonton.

3.  Sinematografi yang ciamik

Film ini benar-benar menampilkan sinematografi yang memanjakan mata. Selama 114 menit mata saya tidak jemu memandang layar. Sudut pengambilan gambarnya selalu pas, proporsional, tidak ada yang mengganjal di batin gitu loh. Kontras warnanya (apa ya istilahnya kalo di dunia perfilman hahaha) juga tidak membuat saya harus minum jus wortel tiap hari (tidak merusak mata). Bagi saya yang awam dengan istilah-istilah dalam teknik pembuatan film, FILM INI UDAH KEREN PAKE BANGET LAH!

(Dok. Youtube Imajinari)

4.  Drama dan komedinya nyata

Nyata, realistis, dan tidak dibuat-buat. Sepanjang film, penonton akan dibuat menangis dan tertawa silih berganti. Bener-bener emosi di jiwa ini naik-turun, dah macam naik roller coaster saja. Geram dan kesalnya dapet, haru dan sedihnya ada, jenaka dan lucunya pun pecah. Drama yang dibangun tidak mengada-ada atau terkesan berlebihan. Jokes yang diciptakan juga tidak mubadzir alias tepat guna alias sudah pada tempat dan waktunya. Menurut saya, Bang Bene berhasil untuk memisahkan segmen drama yang menjadi esensi dari cerita dengan komedi sebagai bumbu supaya penonton tidak merasa bosan. Bang Bene tegas sekali dalam membuat alur ceritanya. Pemisahan segmen ini yang menurut saya bikin film ini makin hidup dan realistis.

5.  Seluruh pemeran punya watak yang kuat

Jika melihat nama pemeran keempat anak Pak Domu, tentu yang ada di pikiran kita “Wah, pemainnya pada komika, dah pasti kocak nih film.” Kamu kurang tepat, Ferguzo. Di film ini 4 anak Pak Domu punya problem masing-masing yang perlu dicari solusinya. Problemnya serius we, tidak nampak seperti fiktif belaka. Dan saya rasa, jika malah bagian jokes-nya yang dominan akan sangat mengubah pesan yang ingin disampaikan dalam film ini. Karena memang Bang Bene ingin membawa sebuah pesan (bukan hanya sebagai hiburan), maka disini beliau menguatkan seluruh karakter dari para pemeran. Tujuannya ya itu tadi, mencari solusi atas permasalahan dari masing-masing karakter. (PERINGATAN: BAWA TISSUE YA KE DALAM STUDIO, PASTI BAKAL BERMANFAAT KOK TISSUENYA HUHU)

6.  Elemen pendukung sangat hidup

Elemen pendukung yang saya maksud seperti pemilihan latar tempat dan soundtrack ataupun backsound yang digunakan sepanjang film. Shoot film ini utamanya berada di rumah yang letaknya di tepi Danau Toba. Ini saja sudah sangat ikonik dengan suku batak ya kan? Kedua, di Bukit Holbung Samosir. Ada scene keluarga Pak Domu lagi healing di tempat ini. Lagi-lagi, pengambilan gambarnya patut dipuji. Saya jadi pengen banget kesana! Ada pun scene di Pasar Balerong Balige. Di scene ini memperlihatkan juga bagaimana aktivitas transaksi jual-beli disana. Untuk backsound, yang paling menyentuh hati dan bikin nangis sesenggukan adalah lagu Uju Ningolungkon-Viky Sianipar ft Lopez Sitanggang. Oh iya, ada lagi loh lagu yang menjadi daya tarik dari film ini. Lagu ini dinyanyikan saat scene bapak-bapak yang berkumpul di lapo pada malam hari. Tau lagunya? AGAK LAEN! Ini scene yang bikin happy dan jadi ngikut nyanyi sih, soalnya kan enak kali gitu lagunya!

(Dok. Youtube Imajinari)

7.  Pesan moral yang berlimpah

Jika teman-teman sudah menonton filmnya, tentu alasan yang satu ini tidak perlu ditanyakan. Banyak sekali pesan yang menurut saya, mengajak para penonton untuk lebih bijak dan berpikir dewasa terhadap apa yang sedang kita jalani. Peran apapun itu yang kita emban. Entah sedang menjadi ayah, ibu, anak, kakak pertama, anak tengah, anak terakhir, ataupun anak tunggal sekalipun. Semua bisa ambil moral value tergantung dari sisi mana kita menerima pesan tersebut. Yang lagi mencari konten tentang parenting (hubungan ayah dengan anak, do and don’t saat menjadi seorang ayah, anak sebagai investasi orang tua), nah tepat banget sih kalo mau menggali lebih jauh film ini haha. Atau, yang lagi cari konten self development dan yang berkaitan dengan psikologi, saya rasa banyakk banget yang bisa dijadikan konten.

Nah, sepertinya 7 alasan tadi sudah cukup menguatkan dan meyakinkan buat klen nonton film Ngeri-Ngeri Sedap ya. Kata Bang Bene, masih ada waktu sebelum filmnya turun layar (5 Juli 2022). HARUS NONTON KLEN YA GUYS YA! Satu pujian terakhir di bagian ending, film ini memang betul agak laen! Agak laen versi saya adalah memang betul film ini istimewa, punya taste yang unik, lain daripada yang lain.

Oke terakhir nih, saya mau mengucapkan mauliate godang Bang Bene dan all crew Ngeri-Ngeri Sedap atas persembahan film briliannya ini. Saya berharap, ke depannya Indonesia punya banyak sineas yang bertalenta dan memproduksi film-film luar biasa lainnya. Salam Hormas!

Powered by Blogger.