(dianjurkan untuk bikin story dulu sebelum nonton, dan ini nggak sendirian kok)

Tahun 2014 yang lalu, kebanyakan anak remaja di Indonesia punya hobi yang sama. Hobi apa itu? Hobi berimajinasi, hehehe. Pada saat bulan April di tahun itu, seorang penulis bernama Pidi Baiq merilis karyanya yang berjudul “DILAN: dia adalah Dilanku tahun 1990”. Awalnya tidak begitu banyak yang membicarakan novel ini. Tapi ternyata di Bandung (Kotanya Dilan) sudah sangat ramai ngomongin novel ini. Saya pun tau novel ini melalui twitter. Ada twit nyasar gitu di time line saya yang isinya merekomendasikan baca novel Dilan. Alasannya sih karena dalam novel itu terdapat nilai-nilai (baik) yang tidak ada di jaman sekarang, gitu katanya. Saya pun penasaran, lalu akhirnya membeli juga.
Saya yang pada saat itu masih kelas 3 SMP (ya ampun 3 SMP bacaannya udah Dilan aja, buku pelajaran apa kabar?) punya impression pribadi saat membaca novel ini. Novel Dilan ini kan mengisahkan anak remaja SMA, jadi ya pemikirannya saya (masih 3 SMP) mulai kurang masuk di akal. “Apa iya, ntar kalo udah SMA ada gitu anak kayak Dilan di sekolah?” | pada kenyataannya tidak ada ; “Kalo Dilan benar-benar nyata, sekarang dia ada dimana?” | untuk pertanyaan yang ini, sudah ada jawabannya dan sepertinya memang akan menjadi rahasia publik saja.
Dan dari novel ini, saya mulai tau Pidi Baiq. Surayah (sapaan akrabnya) ini penulis asal Bandung. Novel-novel karyanya selalu punya bahasa yang ciri khas dan ringan, mudah diterima juga. Semuanya juga berdasarkan kisah nyata, nggak ada yang dibuat-buat ceritanya. FYI, yang mau lebih tau Surayah bisa follow twitternya @pidibaiq. Oranya buaik sekali, rajin sekali balesin twit nggak penting anak-anaknya yang totalnya ribuan itu, ahahahaha. Lagi, kalo beruntung akan difollback loh
Di penghujung bulan Januari 2018, dunia perfilman Indonesia seperti hidup kembali /waduh emang abis mati suri ya? . Bagaimana tidak, ada film lokal yang tayang serentak pada tanggal 25 Januari lalu,  kini telah ditonton lebih dari satu juta orang di Indonesia pada penayangannya hari ke enam. Banyak pro-kontra dari kalangan pembaca setia novel Dilan sebelum akhirnya novel ini diangkat menjadi film. Saat Pidi Baiq diminta untuk menjadikan novelnya sebagai film, ia mempunyai syarat bahwa sutradaranya harus dia. Jika sutradaranya orang lain dia tidak mau menerima tawaran dari rumah produksi manapun. Ceritanya Surayah tentang Dilan bisa dibaca di sini
Saya dulu termasuk orang yang ingin sekali novel ini diangkat ke layar lebar. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu saya mulai menyadari. “Sepertinya Dilan hanya akan bagus untuk aku imajinasikan, tidak perlu ada wujud visualisasinya. Mungkin jika ada pun, yang meranin pasti tidak akan benar-benar sesuai dengan imajinasi yang sudah kubangun.”. Tiga tahun lamanya, hingga sudah rilis seri kedua (DILAN: dia adalah Dilanku tahun 1991) dan seri ketiga (MILEA: Suara dari Dilan). Baru lah terdengar kabar novel Dilan akan difilmkan. Jujur, saat itu saya kaget dan menimbulkan pertanyaan yang besar, “Siapa yang mau jadi Dilan?”. Pertama-tama, Surayah ngenalin yang jadi Milea. Oh dia, Vanesha Prescilla yang meranin jadi Milea. Oke, sepertinya sesuai dengan karakter Milea. Yang paling susah ditebak itu ya siapa yang meranin tokoh Dilan. Nama-nama artis papan ataspun banyak disebutkan. Mulai dari Adipati Dolken, Reza Rahardian, Fedi Nuril Nicholas Saputra, dan masih banyak lagi. Lalu muncul nama Jefri Nichol artis yang baru naik daun itu. Kebanyakan masayarakat mengira bahwa Jefri Nichol lah yang akan memerankan tokoh Dilan. Eh tapi ternyata, kok udah meranin di film sebelah ya, huehehe. Akhirnya kami (para pecinta Dilan) bertanya-tanya lagi.
Lama-kelamaan, mulai tidak saya pikirkan siapa yang menjadi sosok Dilan, eh tiba-tiba muncul nama Iqbaal Ramdhan yang akan memerankan sosok Dilan, di media berita manapun. Waduh, pada saat itu sih saya sedih berat (fix alay banget ini). Kan jadinya mending nggak usah difilmin aja gitu, karena takutnya merusak citra dari sosok Dilan yang sudah bagus saya imajinasikan eaaak. Beberapa bulan yang lalu, muncul trailernya. Ada Dilan dan Milea (iyalah jelas). Ada sebuah scene yang menurut saya kurang dapet feelnya. Saya mulai mengkhawatirkan bagaimana nanti filmnya. Tapi, saya tetep berharap filmnya masih sesuai dengan ekspektasi saya.
25 Januari 2018 adalah tanggal yang mungkin sudah ditunggu-tunggu oleh sebagian orang yang emang udah nggak sabar aja pengen nonton, termasuk saya. Hari pertama, tembus 200 ribu penonton, MasyaAllah ini sungguh di luar dugaan saya. Dimana-mana jadi trending, bioskop di kota saya (yang jumlahnya hanya satu dan cuma punya dua studio) pun sangat ramaiii, bahkan antrean yang mau beli tiket itu panjaaang sekali. Yang saya kagetkan ialah banyak muncul review positif dari teman-teman yang udah nonton. Bukannya saya berharap review buruk dari teman-teman, tetapi faktanya emang banyak loh yang meremehkan film ini saat melihat trailernya. Apalagi melihat aktingnya si Iqbal, banyak sekali hujatan yang muncul untuk dia.
Saya, Amalia Zulfa tidak menonton Dilan pada tanggal 25 Januari karena: ingin melihat dalam keadaan khidmat. Maksudnya adalah saya ingin waktu nonton saya itu nggak terlalu ramai antrian, dan juga kurang mau mendengar adik-adik SMP\SMA, dan mbak-mbak\mas-mas yang heboh histeris teriak-teriak waktu dengerin gombalan khasnya Dilan gitu. Maka dari itu, saya nontonnya tanggal 30 Januari dan ambil yang jam malam (jam 20.00 WIB). Tapiii, melihat realita yang ada, sungguh jauh dari ekspektasi ahahahah 1. Saya pesen tiket siang (jam 11.30). Dan itu nyatanya saya sudah kebagian kursi depan. Ya alhamdulillah nggak depan-depan banget, masih baris ke tiga. Jadii, baris ke empat sampai ke belakang itu udah full. Bayangin loh, padahal bioskop baru dibuka jam 10.00. nah itu saya dateng tengah hari, pesen tiket untuk malam udah mau full aja. Haduuhhh. Mana sampai sana juga masih harus mengantre. 2. Masih ada juga yang teriak heboh gitu “ciyee” “aduh dilan” “eaak”. Bahkan yang saya herankan, tadi itu ada cowo mungkin duduk di belakang saya ya, keras banget teriaknya, asli dah heboh banget masnya itu ahahahah.
Kalo boleh saya menilai, dari kesesuaian novel dan filmnya saya beri 9.5 benar-benar sesuai, tapi memang ada part di novel yang tidak dimasukkan dalam film. Ya harus dimaklumin karena durasinya hanya 2 jam, kalo mau dimasukin semua sih bisa 3-4 jam an ya, hehe tapi mau juga liat :D Secara garis besar alurnya masih oke. Yang belum baca novelnya pun masih bisa paham dengan alurnya, bahkan mungkin tidak tertebak akan seperti apa jalan ceritanya. Kalo untuk yang udah baca novelnya, seperti saya gini nih nggak usah repot-repot untuk menebak ceritanya bagaimana, karena memang semua scene sama dengan novel, dialognya pun demikian. Tidak ada yang dikurangin atau ditambahin. Untuk Milea, saya mau kasih nilaii 8.5 uuhh keren banget udah, cantiknya dapet, ekspresinya juga dapet TOP BGT daah. Untuk Dilan, saya kasih nilainya 7.5 pas KKM banget ini ya, hehehe. Maap maap ya Dilan, tapi kamu tidak perlu remidi kok. Iqbal memerankan tokoh Dilan sudah sesuai dengan kemampuan yang dia miliki kok, pasti dia berupaya keras untuk meranin tokoh itu. Yakin saya sih. Yang saya suka dari si Dilannya ini tatapannya begitu tajam, mematikan. Tandanya apa? Berarti emang benar-benar menjiwai perannya gitu. Tapi, memang ada dialog yang memang kurang cocok kalo Iqbal yang ngomong, bagian ini nih “Sun jauh, jangan?” Aduh itu saya kurang suka sih. Cocokan Surayah mah yang bilang kaya begitu, Iqbal kurang dapet feelnya, huehehehe. Secara keseluruhan, untuk Dilan sih tetap MANTAP JIWA.
Banyak beredar juga di media sosial quote-quote punya Dilan. Misalnya: “Milea, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu. Nggak tau kalau sore. Tunggu aja.” ; “Milea, jangan pernah bilang ke aku ada yang menyakitimu, nanti, besoknya, orang itu akan hilang.” ; “Cemburu itu Cuma untuk orang yang tidak percaya diri, dan aku sekarang sedang tidak percaya diri” dan lain sebagainya. Tetapi nih, quote yang sangat viral bukan itu, melainkan quote yang gini, “Jangan rindu, berat. Kau tak kan kuat. Biar aku saja”. Bukan netizen Indonesia namanya kalo ada quote tapi nggak dijadiin humor yang retjeh ya. Misal saja : “Jangan nonton Dilan sendirian, berat. Kamu nggak akan kuat. Ajak aku saja.” ; “Jangan kuliah, berat. Kamu nggak akan kuat. Nikah saja.” ; “Jangan ngerjain skripsi, berat. Kamu nggak akan kuat. Biar aku saja.” ; “Jangan maksiat. Dosanya berat. Kamu nggak akan kuat. Aku juga” dan masih banyak lagi kalo teman-teman mau eksplor sendiri ahahahah. Lama-lama, sering banget hampir tiap hari ada aja humor retjeh dari quote yang ini. Kadang juga terkesan dipaksa-paksain gitu lagi, menyebalkan sekali kan ya. Tapi, ya beginilah negeriku Indonesia tercinta. Masyarakatnya sangat kreatif luar biasa. Dengan hormat, saya mau bilang nih ke teman-teman kalo saya bosan dengan quote itu saja yang selalu seliweran dimana-mana. Coba deh teman-teman baca novel Dilan, banyak kok quote yang keren selain yang itu tu. Beneran dah, iqra’ ya teman-teman! ^^

Di akhir curhatan saya kali ini, saya benar-benar mau terimakasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses pembuatan novel dan film Dilan. Berkat mereka semua, saya mengenali sosok Dilan. Ternyata ada ya spesies macam itu di dunia ini, hehe. Terlebih untuk Surayah, saya sangat berterimakasiiih sudah mau-maunya menyempatkan nulis dan sibuk menyutradrai film ini (di samping sutradara utama). Akhir kata, 1000x muah untuk Surayaaaah ^o^

Assalamualaikum teman-teman ^o^ Di kesempatan kali ini ijinkan saya untuk sharing ilmu dengan kalian yang mau-maunya membaca tulisan ini yaa. Saya mau cerita dulu nih. Jadi, tanggal 3 November 2017 (kalo nggak salah) itu hari Jumat. Saya ada jadwal kuliah sore jam setengah lima dan berakhir jam setengah enam. Sesampainya di rumah, tidak ada kegiatan yang produktif mengingat tugas-tugas dari dosen belum berdatangan dan untuk belajar materi pun kurang ada kemauan :D Seperti biasa, membukalah saya snapgram melalui akun instagram saya. Bukan suatu kebetulan dan sudah ditetapkan oleh Allah, saya melihat snapgram adek kelas saya yang berisi tentang ajakan untuk datang ke suatu kajian di Masjid Raudlatul Muchlisin. Judulnya cukup menarik buat saya. Yang lebih menarik juga, kajiannya gratis dan pematerinya pun mantap hahaha. Pematerinya adalah pasangan suami istri Ustadz Ahmad Slamet Ibnu Syam, Lc., M.A dan Ustadzah Nabila Abdul Rahim, Lc.  Yang masih asing membaca nama-nama beliau, boleh googling deh :D tanpa berpikir panjang, langsung seusainya sholat maghrib saya bergegas menuju Masjid Raudlatul Muchlisin dan menghubungi adek kelas saya itu agar bisa bertemu disana. Dan sekarang, saya mau berbagi ilmu yang sudah diberikan oleh beliau-beliau kepada jamaah yang hadir pada saat itu. Selamat menyimak ^-^
Sebelum kedua pemateri di atas, pembukaannya diisi oleh Gus Fikri (saya kurang tau nih asal-usulnya beliau, hehe). Pengetahuan yang baru saya dapatkan dari beliau pertama-tama adalah, kebanyakan dari kita salah kaprah dalam menyebut kitab suci umat islam. Yang lebih tepat untuk menyebutkan bendanya (barang dalam wujud fisiknya) ialah disebut mushaf, dan isinya mushaf itu barulah kita sebut sebagai al-quran.  Berikutnya beliau memaparkan manfaat dari al-quran itu sendiri, antara lain: 1. Sebagai Petunjuk (Al-quran patutnya memang selalu menjadi rujukan bagi tiap umat muslim yang sedang tersesat, tidak berada pada jalan yang benar) ; 2. Sebagai Obat (Al-quran selalu punya penawar dari berbagai macam penyakit, rohani maupun jasmani) ; 3. Pembuka dari Segala Kebaikan (Dunia ini penuh dengan tipu daya. Maka dari itu, sebelum melihat tipu daya tersebut hendaknya kita melihat al-quran, tidak hanya melihat tentunya juga memahami lalu mengamalkannya). Adapun bahaya melupakan dan meninggalkan al-quran semasa masih hidup di dunia, yaitu: 1. Hidupnya akan menjadi susah dan selalu diliputi oleh masalah. Pada QS. Thaha ayat 2 berbunyi, “Kami tidak menurunkan Al-quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah”. Makna dari ayat ini ialah, Allah menurunkan al-quran supaya bisa kita jadikan pedoman hidup agar kita tetap berada di jalan Allah. Dengan kita mengikuti pedoman hidup itu, maka hidup kita insyaAllah akan jadi lebih teratur, terarah, dan tidak diliputi oleh masalah yang berarti. ; 2. Pada QS. Az-Zukhruf ayat 36 berbunyi, “Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (Al-quran), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya”. Naudzubillah, dari ayat itu dapat kita pahami bahwa jika kita menjauh dari ajaran al-quran, makan kita selamanya akan ditemani oleh syaitan yang pasti akan selalu menyesatkan kita. Semoga teman-teman sekalian dapat selalu terhindar dari godaan syaitan yaa, aamiiin...

Usainya Gus Fikri membuka dengan sedikit wejangannya, barulah Ustadz Ahmad Slamet menyampaikan materi utamanya. Mula-mula beliau menjelaskan keutamaan seseorang yang gemar membaca al-quran, ialah: 1. Memperoleh ketenangan hati ; 2. Mendapat rahmat dari Allah ; 3. Diliputi dan selalu diikuti oleh malaikat-malaikat Allah ; 4. Satu-persatu nama kita akan disebutkan oleh Allah di depan para malaikat. “Jumlah derajat manusia sama dengan ayat yang kita baca dan pahami”, begitu tutur beliau. Jadi, semakin banyak ayat-ayat al-quran yang kita baca, maka insyaAllah derajat kita akan semakin ditinggikan oleh Allah. Ustadz Slamet memberikan tips bagi yang ingin membaca al-quran dan rutin mengkhatamkan tiap minggu (30 juz dalam waktu 1 minggu), mantranya adalah: FA MI Y BI SYAU QIN
  1. Hari Pertama: AL FATIHAH
  2. Hari Kedua: AL-MAIDAH
  3. Hari Ketiga: YUNUS
  4. Hari Keempat: BANI ISRAIL
  5. Hari Kelima: ASY-SYU’ARA
  6. Hari Keenam: AS-SHAFFAT
  7. Hari Ketujuh: QAF ; INSYIQAQ ; AN-NAS
Jadi maksudnya begini, hari pertama kita mulai membaca surah al-fatihah, dan pada hari kedua kita harus sudah sampai pada surah al-maidah, yang berarti pada hari pertama kita telah membaca surah al-fatihah, al-baqarah, ali imran, dan an-nisa. Begitupun seterusnya. Boleh nih kita coba ya caranya Ustadz Slamet :) Sejujurnya pasti terbayang pada diri kita sangatlah berat jika mengaji 30 juz dalam waktu 7 hari. Iya, masih dalam bayang-bayang kita, belum dicoba kan? Niat untuk membaca saja sudah Allah jadikan amal baik, apalagi kita mempraktekkan. Ada pula yang beranggapan, “Buat apa kita mengaji banyak-banyak jika kita belum bisa memahami benar apa isinya.” Anggapan tersebut tidak salah sepenuhnya. Tetapi kan alangkah baiknya jika kita bisa membaca banyak dan bisa memahami maknanya. “Kuantitas jauh lebih baik jika dibarengi dengan kualitas”. Tidak apa-apa juga jika kita tidak memasang target 30 juz dalam waktu 7 hari. Yang penting, kita harus bisa istiqomah dengan niat kita untuk selalu membaca, memahami, dan mempraktekkan apa yang ada dalam al-quran. Sukur-sukur jika kita bisa mempraktekkan khatam 30 juz dalam waktu 7 hari, atau bahkan bisa lebih keren dari itu. Kita juga harus punya keyakinan yang besar terhadap al-quran. Sebelum membaca al-quran, sebaiknya kita membaca al-fatihah diikuti dengan perbanyak istighfar dan sholawat agar saat membaca hati kita dapat tenang dan dengan hati yang bersih.

Kita selalu sibuk dengan urusan duniawi hingga lupa dengan urusan akhirat. Kebanyakan dari kita beralasan tidak sempat untuk membuka mushaf dan lalu membacanya, tetapi nyatanya kita selalu sempat tiap jam bahkan tiap menit membuka ponsel pintar kita, astaghfirullah.. Kalo begitu, mana yang lebih kita pentingkan? Padahal, dunia ini sementara, akhirat yang selama-lamanya. Mindset kita masih terbalik, seharusnya kita dapat meluangkan waktu untuk membaca al-quran, bukannya membaca al-quran di waktu luang. Mari perbaiki mindset kita. Semakin sering kita meluangkan waktu membaca al-quran, insyaAllah akan diganti oleh Allah dengan waktu yang lebih barokah.

Pemateri berikutnya ialah Ustadzah Nabila Abdul Rahim, Lc yang tidak lain adalah istri dari Ustadz Slamet. Waktu itu Ustadzah Nabila sharing kepada kami yang hadir tentang bagaimana beliau dididik oleh orang tuanya untuk menjadi generasi qur’ani dan bagaimana beliau bisa menjadi Hafidzah (penghafal al-quran). Beliau bercerita bahwa, sebelum ayah dan ibunya menikah, ayahnya selalu istiqomah berdoa usai sholat selain meminta jodoh yang terbaik, beliau juga meminta kepada Allah agar kelak anak-anaknya bisa menjadi para penghafal qur’an, hafal hadits, pandai ilmu fiqih, dsb. Ayah beliau sampai sekarang pun tidak pernah putus berdoa seperti itu. Dan pada akhirnya kini, Ustadzah Nabila 4 bersaudara, keempat-empatnya insyaAllah Hafidz-Hafidzah, menghafal hadist, dan pandai ilmu fiqih. Banyak oarang bertanya-tanya bagaimana bisa menghafalkan al-quran yang setebal itu? Ustadzah Nabila pun memberitahukan bagaimana cara dia menghafalkan al-quran, diantaranya:
1.   Doa
Tanpa kita berdoa, Allah tidak akan pernah mengabulkan hajat kita, keinginan kita. Janganlah kita ini para hamba yang kerdil di hadapan-Nya, berlaku sombong berjalan di dunia ini. Gemarlah dalam berdoa, meminta apapun yang terbaik untuk diri kita. Allah pasti akan mendengarnya. Ingin menjadi penghafal al-quran, berdoa minta ke Allah semoga Allah melancarkan jalan kita dalam proses menghafal kitab-Nya itu, dengan cara yang baik dan istiqomah.
2.   Niat
Tanpa ada niatan dari diri kita sendiri, tidak akan terwujud suatu hal yang ingin kita lakukan itu. Ingin saja tetapi tidak dibarengin niat dan penerapan apa gunanya? Niatkan dalam diri kita jika benar-benar ingin menghafalkan al-quran, insyaAllah jalannya akan dipermudah oleh Allah.
3.   Lingkungan
Lingkungan sekitar kita sangat berperan dalam membentuk karakter dan pribadi kita. Maka dari itu, kita harus pandai-pandai mencari lingkungan yang kiranya baik, kitanya nyaman kalo mau melakukan segala macam kegiatan. Ustadzah Nabila lahir dan dibesarkan di Madinah. Jadi, untuk mendapatkan lingkungan yang sesuai dengan apa yang dia inginkan pun jauh lebih mudah. Di Madinah sendiri banyak anak-anak yang sangat bersemangat menghafal al-quran, bahkan tidak jarang usia 5-6 tahun sudah menjadi Hafidz-Hafidzah karena mereka berada di lingkungan yang tepat.
4.   Kedisiplinan
Disiplin waktu sangatlah dibutuhkan. Ustadzah Nabilah sempat bercerita tentang bagaimana dulu beliau membagi waktunya antara kewajibannya sekolah dan menghafal al-qur’an. Usai sekolah, beliau tidur sekitar 45 menit. Lalu kemudian beliau bangun untuk mandi, sholat, barulah mulai menghafal ayat baru atau bahkan murojaah (mengulang hafalan). Tidak hanya pada saat itu saja beliau menghafal dan mengulang hafalannya, tetapi juga di waktu lain misalnya usai sholat shubuh dan sholat maghrib.
5.   Butuh keseriusan
Serius dan tidak main-main.kalo di awal kita sudah punya niatan yang besar, untuk bisa serius pun insyaAllah jauh lebih mudah.
6.   Mempunyai sahabat yang sevisi dan semisi
Manusia tidak dapat hidup sendiri, pasti membutuhkan bantuan dari orang lain. Begitupun dalam proses menghafalkan al-quran. Kita juga butuh teman yang sepaham dengan kita. Bisa saja teman kita dimintai bantuan untuk mengoreksi bacaan kita, atau bahkan menghafalkan dengan membacanya bersama-sama, dan hal baik yang bisa dilakukan bersama.

          Itulah beberapa ilmu yang saya dapatkan saat datang ke kajian yang diisi oleh Ustadz Slamet dan Ustadzah Nabila. Pada intinya, untuk membangun keluarga yang qur’ani harus diniatkan dari diri kita sendiri dulu. Bagaimana bisa kita mengajak orang lain tetapi diri kita sendiri belum ada niatan melakukannya? Yuk mari kita sama-sama ngelurusin niat kita, memperbaiki diri, mencari tahu sebenarnya tujuan hidup kita di dunia ini apa, dan menjauhkan diri kita dari hal yang sesat. Akhir kata, maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan dari tulisan diatas. Semoga kita semua menjadi insan yang senantiasa selalu dalam lindungan Allah, aamiiin..

Powered by Blogger.