“Dia anak kandung saya. Ada darah dan daging saya yang mengalir di tubuhnya

Tapi ada keringat dan air mata saya yang menemaninya selama 7 tahun

Apa yang kalian rasakan saat mengetahui ada seorang ibu dipanggil dengan sebutan ‘tante’ oleh anak kandungnya sendiri? Bagaimana perasaan kalian saat melihat ada seorang perempuan yang dengan tulus, ikhlas, dan penuh kasih sayang membesarkan anak yang lahir tidak dari rahimnya? Perasaan bimbang, sedih, haru akan campur aduk jadi satu. Sensasi ini bisa kalian dapatkan saat menonton film “Air Mata di Ujung Sajadah”.

Mau cerita sedikit. Beberapa hari lalu, saya menunaikan tugas sebagai fans militannya Fedi Nuril aka Fedivers dengan menonton film yang mana salah satu pemeran utamanya beliau. Jujur, di awal saya masih maju-mundur untuk nonton karena setelah liat trailernya, saya menilai film ini terlalu klise dan ‘drama banget’. Namun, siapa sangka setelah saya memutuskan untuk ke Bioskop, usai menonton filmnya, saya benar-benar nangis tersedu-sedu sepanjang film bahkan (masih menangis) dalam perjalanan pulang menuju kost-an. Agak hiperbola sih, cuma emang iya beneran gitu :’)

Sinopsis

Film ini menceritakan perjuangan seorang ibu bernama Aqilla (Titi Kamal) yang mencari anak kandungnya usai dipisahkan darinya sejak lahir. Saat dilahirkan, atas kemauan ibunya, yakni Bu Halimah (Tutie Kirana), bayi itu diadopsi oleh salah satu karyawannya yakni Arif (Fedi Nuril). Bayi laki-laki itu kemudian diberi nama Baskara (Muhammad Faqih Alaydrus). Supaya Arif dan istrinya-Yumna (Citra Kirana)- tidak ada peluang untuk bertemu Aqilla, mereka memustuskan untuk meninggalkan Jakarta dan berencana untuk membesarkan Baskara di kampung halaman Arif, Solo.

Baskara tumbuh di tengah keluarga yang sangat harmonis. Mama dan Papa yang menyayangi sepenuh hati, juga Eyang (Jenny Rachman) yang penuh perhatian dan menyenangkan. Sedangkan Aqilla, ia meneruskan hidupnya dengan melanjutkan kuliah di Eropa. Tujuh tahun berselang, mendadak kondisi Bu Halimah memburuk. Aqilla bergegas pulang ke Jakarta untuk memastikan kondisi ibunya. Kata-kata terakhir Bu Halimah sebelum menghembuskan nafas terakhir adalah meminta maaf pada Aqilla karena telah berbohong selama ini, “anak kamu masih hidup”. Hati Aqilla sangat kalut, di saat ia sudah berusaha menerima suratan takdir bahwa anaknya telah tiada, kemudian ia tahu bahwa ibunya sendiri berbohong padanya perihal anak yang ternyata masih hidup.

Untuk lebih lengkapnya, silakan kalian tonton trailernya dulu ya, bisa langsung klik di siniMulanya, banyak yang mengira film ini adalah film bergenre drama rumah tangga, yang tidak jauh-jauh dari poligami dan perselingkuhan. Tapi, setelah baca sinopsis dan nonton trailernya, pasti suudzon dan asumsi kalian tentang film ini sedikit terbantahkan. Apalagi nonton filmnya langsung  di bioskop, dah makin terjawablah alur filmnya mau dibawa kemana....

Kental dengan Drama, Siapin Tissue!

Cerita yang dibawakan dalam film ini sangat mungkin jika kita temukan di dunia nyata. Atau mungkin orang sekitar kalian ada yang mengalaminya. Layaknya film-film drama pada umumnya, tentu film drama yang baik adalah film drama yang bisa memporak-porandakan emosi para penontonnya. Dan ya, film ini berhasil melakukan hal itu. awal-awal kita dibuat senang, tertawa, beberapa saat kita dibuat menangis, haru, lalu gembira lagi. Gitu aja terus siklusnya.

Pengemasan cerita dengan alur maju ini menurut saya sangat baik dan rapi. Keterbatasan durasi (durasi film 105 menit) mungkin bisa menjadi alasan pemaaf mengapa film ini tidak menyampaikan background permasalahan di tiap tokohnya. Kesannya, memang menjadi ‘Aqillasentris’ saja pada akhirnya. Padahal saya pribadi masih sangat ingin melihat background kisah Yumna da Arif dalam berumahtangga sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk mengadopsi Baskara.

Apresiasi sebesar-besarnya untuk para pemeran utamanya, Fedi Nuril, Citra Kirana, dan Titi Kamal. Ketiganya berhasil membangun hubungan dan chemistry yang oke, nampak senatural mungkin. Adegan Titi Kamal nangis nggak pernal gagal! Rasa sabarnya Citra Kirana juga nyampe banget, kita yang nonton bisa paham betul dia sedang berada di posisi yang sulit.

Sumber: Kanal Youtube Beehave Pictures

Yang paling saya suka sepanjang film ini adalah scene-scene saat Baskara muncul. Salut sekali sama anak yang memerankan tokoh Baskara ini, keren gilaakk. Selalu berhasil bikin air mata jatuh tanpa terasa saat dia muncul. Tingkahnya yang polos, baik, dan lugu layaknya anak usia 7 tahun ini benar-benar menyentuh hati. Apalagi waktu scene nyanyi “Apa yang kuberikan untuk mama...” Aahhhh, gakuaaatttt. Saya merasa sangat beruntung sekali ada tissue di dalam tas saya, ternyata bermanfaat juga huaa.

Sumber: Kanal Youtube Beehave Pictures

Judul dan Poster yang Kureng

Yang terpikir pertama kali saat tahu judul film ini, “Oh ini film religi”, dalam artian alur film nantinya pasti akan didominasi dengan nuansa religi. Tapi ternyata tidak. Unsur religi yang diperlihatkan cukup minim, dan bagi saya judul ini belum berhasil menunjukkan ‘oh iya ini benar film religi’. Hanya beberapa scene seperti Yumna ataupun Aqilla yang menggunakan mukenah dan sedang bermunajat di atas sajadah, Arif yang sedang mengajari ngaji Baskara, apalagi ya? Hanya itu yang saya ingat. Jika scene-scene nuansa religi ditampilkan lebih banyak, mungkin akan memperkuat dan akan sangat mendukung judulnya sih.

Kedua, judul film ini menurut saya masih kurang eye-catching di tengah gempuran film-film Indonesia dengan judul yang ringan dan sederhana. Judulnya sangat serius. Atau mungkin memang citra itu yang ingin dibawakan dari film ini?

Poster dengan satu lelaki diantara dua wanita ini memang cukup meliarkan asumsi para netizen ya wkwk. Ada yang berasumsi film ini tentang mendua, selingkuh, poligami, dan asumsi-asumsi suudzon lainnya. Tapi memang betul, posternya menurut saya pribadi juga kurang merepresentasikan alur cerita yang akan disampaikan dalam film, jadi terkesan ambigu. Meskipun di poster juga sudah ada kehadiran si anak yang memang diperebutkan, sayangnya anak ini malah seakan hanya menjadi pemanis dalam poster, bukan jadi hal yang harus disoroti.

Fedi Nuril, Spesialis Aktor Huru-Hara Rumah Tangga

Sebelum menonton filmnya, saya berasumsi bahwa peran Fedi Nuril akan sangat di-spotlight. Tapi ternyata tidak demikian, dan ya gapapa. Fedi Nuril disini berperan sesuai porsinya. Menjadi seorang ayah dan suami, dimana ia juga berada di posisi yang bimbang. Mendahulukan kebahagiaan istri dan keluarganya ataukah menaruh empati pada seorang ibu yang ingin bertemu dan membesarkan anak kandungnya?

Sumber: Kanal Youtube Beehave Pictures

Sejak dulu dan sekarang pun, saya masih berani ngeklaim kalo Fedi Nuril memang masih layak berada di posisi pertama urutan spesialis aktor huru-hara rumah tangga! Genre drama sepertinya memang sudah sangat melekat untuk Fedi. Tokoh-tokoh yang diperankan di satu sisi dielu-elukan, tapi di sisi lain juga akan bisa sangat dibenci. Ya memang nggak bisa mengelak ya, berarti aktingnya berhasil ni masuk ke emosinya para penonton. Salam takzim Bang Fedi!

Itu tadi beberapa poin yang bisa saya tangkap usai nonton film ini. secara keseluruhan, film ini layak untuk ditonton di layar lebar. Jadi, yang belum nonton silakan jangan ragu untuk pesan tiket di bioskop kesayangan kalian! Terakhir, terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya untuk seluruh aktor-aktris serta kru film “Air Mata di Ujung Sajadah” atas sajian karya yang baik ini. Semoga filmnya tidak cepat turun layar dan banyak menebarkan nilai manfaat bagi para penontonnya, aamiin.  

Powered by Blogger.